Logo Bloomberg Technoz

Bahlil mengatakan kenaikan bea keluar konsentrat tembaga tersebut akan diputuskan bulan ini. “Baru diputuskan Februari,” ujarnya.

Sejak Mei 2024, Freeport membayar bea keluar dengan tarif 7,5% untuk ekspor konsentratnya. Tarif ini berlaku untuk konsentrat tembaga dengan kadar hingga 15% Cu. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 38/2024 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. 

Dibahas Prabowo

Lebih lanjut, Bahlil mengelaborasi permasalahan izin ekspor Freeport sudah dibahas di tingkat rapat terbatas (ratas) bersama Presiden Prabowo Subianto, setelah sebelumnya didiskusikan dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) di Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi.

Pemerintah menyadari bahwa 51% saham Freeport sudah dimiliki oleh negara, sehingga kebakaran smelter Freeport di Gresik pada 14 Oktober 2024 sudah barang tentu akan berimbas pada penerimaan negara jika perusahaan itu dilarang mengekspor konsentrat.

Di sisi lain, pemerintah dihadapkan pada peraturan perundang-undangan bahwa ekspor konsentrat tembaga seharusnya dilakukan terakhir kali per 31 Desember 2024.

“Kita mencari alternatif win-win, bagaimana agar produksi Freeport berjalan. Kalau tidak, nanti puluhan ribu karyawannya akan dirumahkan. Kedua adalah pendapatan Freeport dan pendapatan negara akan menjadi loss. Namun, bagi saya sebagai Menteri ESDM adalah bagaimana memastikan agar pabrik itu segera berjalan,” tegas Bahlil.

Dia mengonfirmasi bahwa smelter di Gresik bisa kembali beroperasi pada Juni, dan Freeport pun sudah membuat pernyataan serta laporan kepolisian terkait dengan hasil investigasi kebakaran pabrik katoda tembaga di kawasan industri JIIPE itu.

Seorang pekerja memantau operasi penambahan air ke konsentrat di kompleks pertambangan Grasberg milik Freeport di Papua./Bloomberg-Dadang Tri

Pada kesempatan terpisah di Komisi XII DPR RI hari ini, Direktur Utama Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan negara akan dirugikan sebanyak Rp65 triliun per tahun jika perusahaan tidak diberi izin untuk kembali mengekspor konsentrat tembaga selagi smelter katoda di Manyar, Gresik, Jawa Timur masih dalam perbaikan.

“Kalau kita nilai dengan harga yang sekarang ini, itu nilainya bisa lebih dari US$5 miliar. Di mana dari US$5 miliar itu, pendapatan negara berupa bea keluar, royalti, dividen, pajak perseroan badan itu akan bisa mencapai US$4 miliar atau sekitar Rp65 triliun,” ujar Tony.

Perincian penurunan potensi penerimaan negara tersebut a.l. dividen senilai US$1,7 miliar (Rp28 triliun), pajak US$1,6 miliar (Rp26 triliun), bea keluar US$0,4 miliar (Rp6,5 triliun), dan royalti US$0,3 miliar (Rp4,5 triliun).

Tidak hanya itu, Tony mengelaborasi larangan ekspor konsentrat akan menyebabkan pengurangan pendapatan daerah sebesar Rp5,6 triliun pada 2025.

Perinciannya; Provinsi Papua Tengah berpotensi mengalami penurunan pendapatan Rp1,3 triliun, Kabupaten Mimika Rp2,3 triliun, dan kabupaten lain di Papua Tengah Rp2 triliun.

“Selain itu juga ada potensi berkurangnya alokasi dana kemitraan PTFI untuk program pengembangan masyarakat sebesar US$60 juta atau Rp960 miliar pada 2025,” tegas Tony.

Untuk itu, dia meminta agar keran ekspor konsentrat tembaga Freeport kembali dibuka pada tahun ini. Terlebih, sesuai dengan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PTFI yang berlaku, konsentrat dapat diekspor apabila terjadi keadaan kahar.

Namun, lanjutnya, dibutuhkan penyesuaian peraturan menteri ESDM untuk mengatur ekspor karena keadaan kahar tersebut.

Pemerintah tahun lalu telah menyetujui perseroan untuk melakukan ekspor konsentrat tembaga sekitar 840.000 wet metric ton (WMT) pada periode Juli—Desember 2024.

Di sisi lain, larangan ekspor konsentrat tembaga semestinya resmi berlaku sejak 1 Januari 2025. Hal ini termaktub pada Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 6/2024 tentang Penyelesaian Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri telah berlaku sejak 1 Januari 2025.

Berdasarkan regulasi tersebut, relaksasi ekspor hanya diberlakukan bagi pemegang izin yang sedang menyelesaikan pekerjaan pada fasilitas pemurniannya (smelter) dan telah memasuki tahap commissioning fasilitas pemurniannya; yang dibuktikan dengan pembangunan fisik fasilitas pemurnian tersebut dan penilaian terhadap kesiapan, kelengkapan, kesesuaian dan/atau kelaikan peralatan dan instalasi untuk menjamin keandalannya.

Permen ESDM No. 7/2023 yang telah dicabut dan diganti oleh Permen ESDM No. 6/2024 tersebut kini telah membuat pemberlakuan larangan ekspor mundur lebih jauh lagi menjadi 1 Januari 2025, sehingga kegiatan ekspor mineral logam tertentu hanya sampai 31 Desember 2024.

-- Dengan asistensi Dovana Hasiana

(wdh)

No more pages