Tidak hanya itu, Tony mengelaborasi larangan ekspor konsentrat akan menyebabkan pengurangan pendapatan daerah sebesar Rp5,6 triliun pada 2025.
Perinciannya; Provinsi Papua Tengah berpotensi mengalami penurunan pendapatan Rp1,3 triliun, Kabupaten Mimika Rp2,3 triliun, dan kabupaten lain di Papua Tengah Rp2 triliun.
“Selain itu juga ada potensi berkurangnya alokasi dana kemitraan PTFI untuk program pengembangan masyarakat sebesar US$60 juta atau Rp960 miliar pada 2025,” tegas Tony.
Untuk itu, dia meminta agar keran ekspor konsentrat tembaga Freeport kembali dibuka pada tahun ini. Terlebih, sesuai dengan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PTFI yang berlaku, konsentrat dapat diekspor apabila terjadi keadaan kahar.
Namun, dibutuhkan penyesuaian peraturan menteri ESDM untuk mengatur ekspor karena keadaan kahar tersebut.
Investigasi Rampung
Pada kesempatan tersebut, Tony juga memastikan investigasi terhadap smelter katoda tembaga Freeport di Gresik telah selesai dan Bareskrim Polri menyatakan kebakaran pabrik di kawasan industri JIIPE itu bukan disebabkan oleh kelalaian pekerja.
Smelter tersebut sebelumnya mengalami kebakaran pada fasilitas common gas cleaning plant (CGCP) pada 14 Oktober 2024, serta mengakibatkan kerusakan parah di area west electro-static precipitation (WESP) vessels, ducting, valves, instalasi kelistrikan, dan instrumentasi.
Menurut Tony, dari 3.500 item yang terdampak insiden kebakaran tersebut, sebanyak 30% rusak dan 70% dapat diperbaiki atau diganti kembali.
“Secara keseluruhan, penyelesaian [perbaikan] tetap sesuai dengan rencana yang dijadwalkan, yaitu perbaikan selesai pada minggu keempat Juni 2025 dan startup produksi smelter pada minggu keempat Juni 2025,” ujarnya.
Adapun, uji coba commissioning fasilitas pengolahan tersebut akan dimulai pada Maret.

Tony mengelaborasi estimasi biaya kerusakan sejauh ini bernilai sekitar US$130 juta yang akan ditutupi dari asuransi. Adapun, proses pembongkaran fasilitas yang terdampak insiden tersebut diklaim telah selesai.
Untuk diketahui, biaya pembangunan smelter Freeport di Gresik sampai dengan Desember 2024 mencapai US$4,2 miliar. Pabrik tersebut memiliki rancangan kapasitas untuk mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun dan logam mulia 6.000 ton per tahun.
Pemerintah tahun lalu telah menyetujui perseroan untuk melakukan ekspor konsentrat tembaga sekitar 840.000 wet metric ton (WMT) pada periode Juli—Desember 2024.
Di sisi lain, larangan ekspor konsentrat tembaga semestinya resmi berlaku sejak 1 Januari 2025. Hal ini termaktub pada Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 6/2024 tentang Penyelesaian Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri telah berlaku sejak 1 Januari 2025.
Berdasarkan regulasi tersebut, relaksasi ekspor hanya diberlakukan bagi pemegang izin yang sedang menyelesaikan pekerjaan pada fasilitas pemurniannya (smelter) dan telah memasuki tahap commissioning fasilitas pemurniannya; yang dibuktikan dengan pembangunan fisik fasilitas pemurnian tersebut dan penilaian terhadap kesiapan, kelengkapan, kesesuaian dan/atau kelaikan peralatan dan instalasi untuk menjamin keandalannya.
Permen ESDM No. 7/2023 yang telah dicabut dan diganti oleh Permen ESDM No. 6/2024 tersebut kini telah membuat pemberlakuan larangan ekspor mundur lebih jauh lagi menjadi 1 Januari 2025, sehingga kegiatan ekspor mineral logam tertentu hanya sampai 31 Desember 2024.
(wdh)