Tekanan jual yang terjadi di pasar saham dan obligasi itu tak ayal melemahkan juga otot rupiah. Sepanjang pekan lalu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah dengan kisaran pergerakan Rp14.700-Rp14.750 per dolar AS.
Selisih Yield Sempit
Pasar obligasi domestik sejatinya menjanjikan prospek menarik dalam jangka menengah dan panjang menilik puncak bunga acuan BI7DRR sudah tercapai dan ekspektasi bahwa bunga acuan global Fed Fund Rate (FFR) juga sudah terhenti di 5,25%.
Akan tetapi, semakin sempitnya selisih yield antara Surat Utang Negara (SUN/INDOGB) tenor 10 tahun dengan surat utang AS yakni US Treasury tenor yang sama, saat ini berkisar 300 bps bahkan di bawahnya, membuat pemodal asing di pasar obligasi mereposisi kepemilikan obligasi rupiahnya.
Akan tetapi, perburuan terhadap SUN tenor pendek terlihat semakin intensif tercermin dari penurunan yield hingga 6 bps menjadi 5,95%. “Hal itu indikasi bahwa para investor di pasar obligasi mulai merasa optimistis terhadap prospek perekonomian Indonesia ke depan,” komentar Lionel Prayadi, Macro Strategist Samuel Sekuritas Indonesia, Senin (15/5/2023).
Analis memperkirakan SUN tenor 2 tahun akan menjadi primadona baru beberapa waktu ke depan menjadi favorit pemodal di pasar surat utang negara. Sedangkan INDOGB-10 tahun masih terkonsolidasi dengan pergerakan yield diperkirakan di kisaran 6,3%-6,4%.
(rui)