Logo Bloomberg Technoz

Eniya menyebut, pada 2060, energi gelombang laut tersebut baru dapat terpasang. Hal ini karena laut merupakan bauran energi yang paling sulit dikembangkan dibandingkan dengan sumber energi baru terbarukan (EBT) lainnya, serta paling banyak menghabiskan biaya. 

Bahkan, kemungkinan besar pemanfaatan energi dari gelombang laut dilakukan paling akhir dibandingkan dengan sumber EBT lainnya.

"Dengan demikian, kita perkiraan itu paling akhir ya. Bahkan lebih cepat nuklir," tuturnya.

Dia juga menyampaikan, saat ini Kementerian ESDM bersama universitas di Amerika Serikat (AS) tengah melakukan kajian terkait dengan pemanfaatan listrik gelombang laut tersebut. Kajian itu diperkirakan membutuhkan waktu yang lama.

"Jadi saat ini studi-studi terlebih dahulu. Mau arus laut di permukaan, atau di tengah, atau dasar; itu kan beda-beda. Untuk analisisnya saja kita mesti data satu sampai dua tahun. Jadi, arusnya benar, berkekuatan berapa saat kita deploy ini juga susah ya," ujarnya.

Sampai dengan 2024, bauran energi primer dalam sistem ketenagalistrikan Indonesia masih didominasi oleh sumber energi fosil dengan porsi sebesar 85% atau 86 GW. Adapun, total kapasitas terpasang pembangkit di Indonesia sepanjang tahun lalu tercatat sebesar 101 GW.

Kementerian ESDM dalam laporannya, Senin (3/2/2025), memaparkan hanya 15,1% atau 15 GW sumber EBT yang berkontribusi dalam kapasitas terpasang pembangkit di Indonesia tahun lalu.

Realisasi tersebut masih sangat jauh dari target yang hendak dicapai pemerintah, yaitu menaikkan kontribusi EBT menjadi 23% dalam bauran energi primer nasional pada 2025. 

(wdh)

No more pages