Bloomberg Technoz, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membantah rancangan revisi Undang-undang Tentara Negara Indonesia (RUU TNI) akan mengembalikan dwifungsi atau memperluas fungsi militer. Revisi terhadap UU Nomor 34 tahun 2004 tersebut diklaim hanya melanjutkan draf beleid yang didasarkan pada surat presiden (surpres) di akhir masa jabatan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
Wakil Ketua DPR Adies Kadir mengatakan, RUU TNI yang masuk pada Prolegnas Prioritas 2025 sama dengan draf sebelumnya. RUU hanya diajukan kembali oleh pemerintah karena butuh penyesuaian isi Surpres usai Presiden Prabowo Subianto mengubah sejumlah nomenklatur kementerian atau lembaga; termasuk yang terkait dengan pembahasan RUU TNI di DPR.
“Itu yang Dwifungsi ABRI segala macam itu nggak. Nggak. Kita lihat nanti sama-sama. Tapi sekarang kan yang ada beberapa [anggota TNI] yang masuk juga tapi sedikit sekali kan. Itu kebutuhan kementeriannya aja. Sedikit kali kalau kita lihat TNI. Lebih banyak pensiunan dari Polri,” kata Adies di Kompleks Parlemen, Selasa (18/02/2025).
Menurut dia, RUU TNI nantinya akan dibahas Komisi I bersama dengan Menteri Hukum, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Menteri Pertahanan (Menhan), dan Panglima TNI.
Isu RUU ini kembali mencuat usai ada rencana menghapus pasal yang melarang anggota TNI terlibat dalam bisnis. Soal isu ini, Adies pun justru membuka peluang adanya potensi aturan tersebut direvisi atau dihapus. Namun, dia mengklaim, hal tersebut bisa berasal dari usulan pemerintah atau DPR.
“Itu usulan dari mana akan kita lihat nanti, kita pasti meminta banyak masukan, kalau bisnis bisnis seperti apa? Tugasnya TNI kan jelas mempertahankan NKRI,” klaim Adies.
Sementara itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengklaim revisi UU TNI tersebut memiliki substansi yang serupa dengan pembahasan yang sebelumnya pernah dilakukan di DPR.
“Sebenarnya sama dengan yang lalu, gak ada yang berubah. Jadi dulu inisiatif DPR, surpresnya sudah turun, DIM-nya juga sudah dibahas oleh pemerintah, dan dulu dikoordinasikan oleh Menko Polhukam dulu. Nah sekarang kan nomenklaturnya berubah menjadi Menko Polkam,” kata dia.
Beleid baru tersebut, menurut dia, lebih akan berisi soal penyesuaian usia pensiun anggota TNI menjadi 60 tahun, seperti usia pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sebab, saat ini usia pensiun di TNI memiliki batas maksimal 58 tahun.
“Sementara untuk TNI Polri itu masih 58 tahun. Tentu di TNI juga enggak boleh rata, karena usia pensiun bagi prajurit yang berpangkat bawah, sersan ataupun yang dibawahnya," ujar dia.
Supratman juga mengklaim bahwa revisi UU TNI tidak akan memperluas fungsi militer yang dimiliki oleh TNI.
DPR sendiri menyepakati revisi UU 34/2004 tentang TNI atau RUU TNI masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2025. Hal ini diketok pada rapat paripurna usai Adies menyatakan pimpinan lembaga legislatif tersebut telah menerima Surat Presiden (Supres) Nomor R12/Pres/02/2025 tanggal 13 Februari 2025. Isinya penunjukan wakil pemerintah untuk membahas RUU TNI.
Perubahan beleid TNI juga disorot karena berisi perpanjangan usia anggotanya. Beberapa perwira tinggi bahkan baru akan pensiun saat berusia 60-65 tahun. Pada draf RUU TNI, Pasal 53 merevisi usia pensiun perwira militer dari 58 tahun menjadi 60 tahun. Sedangkan, usia pensiun bintara dan tamtama naik dari 53 menjadi 58 tahun.
Akan tetapi, pada Ayat (2), RUU TNI akan memberikan perpanjangan usia pensiun kepada anggota militer yang melaksanakan jabatan fungsional hingga usia 65 tahun. Bahkan, pada Ayat (3), para perwira bintang empat yaitu Panglima TNI dan para kepala staf satuan TNI bisa diperpanjang dua kali.
"Perpanjangan masa dinas keprajuritan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) berlaku paling lama 2 tahun dan atau dapat diperpanjang kembali sesuai dengan persetujuan Presiden," bunyi Pasal 53 Ayat (4) draf RUU TNI.
(azr/frg)