Logo Bloomberg Technoz

BI mungkin akan menduga penurunan suku bunga agar tidak membuat rupiah lebih parah dan menjaga stabilitas ekonomi, jelas Hardy. Lantaran, tekanan eksternal juga bisa mengerek harga pangan dan energi sehingga dapat mendorong inflasi domestik. Sehingga, BI perlu mempertahankan suku bunga tinggi untuk mengendalikan inflasi.

Hardy menyebut, per Februari 2025, suku bunga acuan The Fed juga masih ada di angka sekitar 4,25%-4,5%. Meskipun The Fed telah melakukan beberapa penurunan  pada 2024, namun level suku bunga ini masih terbilang sangat tinggi dibandingkan standar historis.

"Tingginya suku bunga acuan The Fed membuat Bank Indonesia belum punya ruang untuk penurunan suku bunga Bank Indonesia. Celahnya terlalu sempit," ujarnya.

Dalam soal DHE SDA yang baru akan berlaku bulan depan, masih ada peluang ketidakpatuhan eksportir terhadap aturan. Katanya, jika eksportir menemukan celah untuk menghindari kebijakan ini, dampaknya terhadap likuiditas bisa lebih kecil dari yang diharapkan. BI tidak akan berspekulasi atas dasar kebijakan yang belum terlihat efektivitasnya.

Di sisi lain, Ekonom Partai Buruh Gede Sandra menyebut BI sepertinya akan menurunkan suku bunga acuan. Karena bank sentral harus memperhatikan inflasi dengan meningkatkan peredaran uang di masyarakat. "Jika inflasi rendah, bank sentral harus meningkat peredaran uang dengan cara menurunkan suku bunga acuan," katanya kepada Bloomberg Technoz.

Sudah seharusnya BI mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi dalam sasarannya dan nilai tukar yang sesuai fundamental, dengan tetap mencermati ruang untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika yang terjadi pada perekonomian global dan nasional.

"Jika sedikit uang beredar di masyarakat dan tak segera ditangani, bisa malah menimbulkan potensi krisis ekonomi. Karena di dunia awalnya juga karena [krisis moneter] itu," pungkasnya.

(lav)

No more pages