Bloomberg Technoz, Jakarta - Pemerintah Israel mengumumkan rencana pembentukan badan khusus yang bertujuan untuk memfasilitasi pengusiran warga Palestina dari Jalur Gaza. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengonfirmasi bahwa lembaga ini akan menangani apa yang disebutnya sebagai “keberangkatan sukarela” warga Palestina, meskipun komunitas internasional mengecam langkah tersebut sebagai bentuk pemindahan paksa yang melanggar hukum internasional.
Langkah ini merupakan bagian dari rencana yang lebih luas, didukung oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump, untuk mengendalikan Gaza setelah lebih dari 15 bulan perang yang telah menewaskan lebih dari 48.000 warga Palestina dan menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah.
Dalam sebuah pernyataan, Katz mengatakan bahwa pemerintah Israel akan memberikan “bantuan besar” kepada warga Gaza yang ingin meninggalkan wilayah tersebut menuju negara ketiga.
“Badan ini akan mengatur keberangkatan melalui jalur laut, udara, dan darat, serta memastikan mereka yang ingin meninggalkan Gaza mendapatkan fasilitas yang diperlukan,” ujar Katz seperti dilaporkan Al Jazeera.
Rencana ini diajukan oleh Unit Koordinator Kegiatan Pemerintah di Wilayah Pendudukan (COGAT), yang sebelumnya telah menyusun proposal serupa terkait pemindahan paksa warga Palestina.
Namun, organisasi hak asasi manusia mengutuk kebijakan ini, menyebutnya sebagai upaya pembersihan etnis yang bertentangan dengan hukum humaniter internasional.
Penolakan dari Negara-Negara Arab
Rencana Israel dan AS untuk Gaza mendapat penolakan luas dari negara-negara Arab, terutama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Pemerintah Saudi menegaskan bahwa mereka menolak segala bentuk pemindahan paksa warga Palestina dari tanah mereka. Arab Saudi juga tengah memimpin upaya diplomasi untuk menyusun alternatif terhadap rencana Trump, termasuk pembentukan dana rekonstruksi yang dipimpin oleh negara-negara Teluk serta kesepakatan politik yang dapat menyingkirkan Hamas dari kekuasaan di Gaza.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, yang saat ini berada di Riyadh untuk membahas isu tersebut, mengatakan bahwa meskipun Washington terbuka terhadap alternatif lain, “satu-satunya rencana yang ada saat ini adalah rencana Trump.”
Sementara itu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, terus mendapat tekanan baik dari dalam negeri maupun komunitas internasional terkait kebijakan pemerintahannya terhadap Gaza.
Di satu sisi, Netanyahu mendapat dukungan dari kelompok sayap kanan dalam pemerintahannya yang mendesak agar perang terus berlanjut dan rencana relokasi warga Palestina segera dilaksanakan. Di sisi lain, ia menghadapi protes dari keluarga sandera Israel yang masih ditahan Hamas, yang menuntut kelanjutan kesepakatan gencatan senjata demi pembebasan para sandera.
Pemerintah Israel diperkirakan akan membahas langkah selanjutnya dalam kebijakan Gaza dalam beberapa hari ke depan, termasuk kemungkinan mempercepat implementasi badan pemerintah yang bertugas menangani pemindahan warga Palestina dari wilayah tersebut.
(del)