Bloomberg Technoz, Jakarta - Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho mengungkapkan penjualan kendaraan listrik roda empat meroket signifikan hingga 200% pada 2024. Total mobil listrik yang terjual pada 2024 mencapai 40.000 unit.
Jika dibandingkan 2023, penjualan mobil listrik di 2024 meningkat drastis. Pasalnya pada 2023 penjualan mobil listrik baru hanya sebanyak 13.000 unit.
"Juga dengan roda empat yang disampaikan bahwa hampir peningkatan volume mobil listrik itu hampir 200%. Sebelumnya 13.000 unit 2023, 2024 itu hampir 40.000 mobil listrik yang baru keluar, jadi itu signifikan," kata Toto dalam rapat bersama Komisi XII, Senin (17/2/2025).
Toto tak menampik sebagian besar mobil listrik yang terjual di 2024 tersebut menggunakan baterai yang berbasis Lithium Ferro Phosphate (LFP). "Namun memang hampir 90%-nya basisnya LFP, belum berbasis nikel," ujar Toto.
Dalam kaitan itu, Toto menilai harus ada dukungan nyata secara regulasi untuk memberi prioritas pada kendaraan-kendaraan listrik yang baterainya berbasis nikel. Hal itu dikarenakan, Indonesia tidak memiliki sumber LFP, tetapi memiliki segudang sumber daya nikel dan digadang-gadang menjadi salah satu penghasil terbesar di dunia.
"Kita mungkin harus minta dukungan juga bagaimana secara regulasi kita bisa memberikan prioritas untuk baterai-baterai yang sifatnya nikel, Indonesia memiliki resources-nya langsung," ucapnya.
Toto juga berharap ada perbaikan iklim investasi supaya lebih kondusif untuk mendukung hilirisasi bahan baku baterai, utamanya yang berbasis pada nikel.
Indonesia, kata Toto, punya keunggulan dibanding dengan China karena Amerika Serikat telah memberi tarif yang signifikan untuk produk-produk asal Negeri Panda. Hal itu berimbas pada semakin agresifnya Tiongkok untuk memasukkan produk mereka ke Indonesia.
Tak tanggung-tanggung, Negeri Paman Sam mematok tarif 40% bagi produk-produk asal China. Sedangkan bagi produk dari Indonesia hanya dipatok sebesar 10%.
"Jadi ini suatu keunggulan yang kita dapatkan kalau kita menjadikan basis produksi baterai bukan hanya untuk Indonesia, tetapi juga untuk kebutuhan global, termasuk untuk Amerika Serikat," imbuh Toto.
Sementara dalam pengembangan industri baterai, Toto menyebut regulasi pendukung harus dikawal secara end-to-end. Menurutnya, pemerintah tak bisa hanya mengawal regulasi untuk produksi baterai sel, tetapi harus sampai ke tahap lini hilir.
"Tidak bisa dari baterai sel-nya saja dibuat regulasi, tapi kita proses hilirisasi dari hulu ke hilir, itu pun harus diberikan suatu regulasi supaya memudahkan baik investasi maupun pengembangan diri kita sendiri," tuturnya.
(mfd/roy)