Pemerintah melalui SKK Migas bahkan sudah mempercepat target produksi atau onstream gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) Lapangan Abadai menjadi pertengahan 2029, dari target semula pada awal 2030.
“Lebih cepat lebih baik,” tutur Djoko.
Djoko menggarisbawah Inpex harus segera membuat perjanjian jual beli gas (PJBG) atau gas sales agreement (GSA), serta meningkatkan komitmen penjualan LNG ke PT Pupuk Indonesia (Persero) dari sekadar nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) menjadi kesepakatan transaksi awal atau head of agreement (HoA)
“Karena lenders [pemberi pinjaman] minta itu sebagai persyaratan pemberian pendanaan, sekaligus sebagai poin penting untuk bisa FID. Tanpa PJBG lapangan, tidak akan pernah dikembangkan. PJBG sebagai jaminan bahwa investasi dapat kembali,” jelas Djoko.

Dalam catatan Bloomberg Technoz, mantan Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto pada medio September 2024 pernah mengatakan FID Inpex dari ladang gas raksasa di Tanimbar, Maluku itu diagendakan rampung pada kuartal IV-2025.
“Kalau sudah FID berarti ya konstruksi. Kalau bisa lebih cepat dari 4 tahun maka tentu saja bisa selesai pada 2029,” ujar Dwi saat itu.
Selain itu, Dwi saat itu memastikan bahwa pembebasan lahan untuk pembangunan fasilitas onshore LNG di Pulau Tanimbar juga sudah selesai.
Rencana Inpex
Akan tetapi, berbeda dengan agenda pemerintah, Inpex dalam sebuah konferensi pers di Tokyo Kamis pekan lalu justru mengumumkan FID untuk Blok Masela ditargetkan rampung pada 2027 dengan rencana produksi tetap dimulai pada awal 2030.
Presiden/CEO Inpex Co Takayuki Ueda memaparkan target tersebut sebagai bagian dari rencana bisnis perusahaan untuk tiga tahun mendatang. Dia menyebut Inpex berencana menanamkan modal US$11,7 miliar di berbagai wilayah, termasuk proyek andalannya Ichthys LNG di Australia.
Ueda melihat potensi besar dalam pengembangan bisnis LNG yang dapat mendukung transisi energi.
"Gas alam dan LNG memiliki intensitas emisi gas rumah kaca yang relatif rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya dan akan memainkan peran yang makin penting sebagai bahan bakar praktis dalam transisi energi," ujar Ueda di sela konferensi pers tersebut, dikutip melalui Reuters.
Ueda menyebut, sebagai pemegang hak partisipasi atau participating interest (PI) terbesar di proyek Lapangan Abadi, Inpex berencana untuk memulai desain rekayasa atau front end engineering design (FEED) awal tahun ini.
Lapangan Abadi diestimasikan memiliki puncak produksi sebesar 9,5 juta ton LNG per tahun (MTPA) dan gas pipa 150 MMSCFD, serta 35.000 barel kondensat per hari (BCPD).
Saat ini, pemegang hak partisipasi di Blok Masela adalah Inpex Masela Limited dengan porsi 65%. Tadinya, sisa 35% hak partisipasi di blok tersebut dikendalikan oleh Shell Upstream Overseas Services Ltd.
Per Juli 2023, sebanyak 35% hak Partisipasi Shell dilego ke PT Pertamina Hulu Energi Masela dan Petrolian Nasional (Petronas) Masela Berhad dengan pembagian porsi masing-masing sebesar 20% dan 15%.

Awal pekan lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberi sinyal telah menjatuhkan peringatan keras kepada salah satu pemegang hak partisipasi di satu wilayah kerja gas raksasa.
Bahlil enggan membocorkan nama perusahaan yang dimaksud, tetapi memberi kisi-kisi bahwa perusahaan tersebut sudah memegang hak konsesi atas penemuan gas terbesar (giant discovery) selama 26 tahun, tetapi tidak segera menaikkan statusnya untuk berproduksi, indikator yang mengerucut pada proyek Inpex di Blok Masela.
“Nah, saya sudah bikin Surat Peringatan Pertama. Kalau [Surat Peringatan] Kedua tidak bisa lagi, saya cabut. Ini gede dan ini pasti akan gempar. Saya tidak perlu sampaikan perusahaan apa itu. Biarkanlah Tuhan, saya, dan dia yang tahu,” ujar Bahlil di agenda Mandiri Investment Forum 2025, Selasa pekan lalu.
Saat dimintai konfirmasi ihwal pernyataan Bahlil, Djoko Siswanto membenarkan bahwa perusahaan yang menerima SP-1 tersebut tidak lain adalah Inpex.
“Iya,” ujar Djoko ditemui di sela agenda yang sama. “[Blok Masela] diharapkan bisa segera ada pembeli gasnya, sehingga proyek bisa dimulai. Tahun ini lah,” lanjutnya.
Bagaimanapun, ini bukan kali pertama Bahlil mengancam akan mencabut izin Inpex di Blok Masela. Pada akhir Januari, Bahlil merespons progres pembangunan untuk fasilitas produksi Inpex di blok gas tersebut yang dinilai berpotensi mundur dari target 1 Januari 2030.
Alasannya, proyek LNG raksasa itu telah mandek puluhan tahun.
"Barang ini sudah dipegang konsesinya, enggak dijalankan. Aku sudah bilang, sudah bikin surat, 'Kamu [operator] tahun ini enggak melakukan pekerjaan untuk produksi, ya mohon maaf atas nama undang-undang tidak menutup kemungkinan kita akan evaluasi untuk kebaikan investor, rakyat, bangsa, dan negara'," kata Bahlil.
-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi
(wdh)