Logo Bloomberg Technoz

Moshe menilai hal yang wajar jika Bahlil mengeluarkan SP-1 kepada Inpex, lantaran banyak yang memang menghawatirkan proyek Blok Masela akan tertunda kembali ke depannya jika tidak ada ketegasan dari pemerintah.

Menurutnya, sebelum mengeluarkan SP-1 kepada Inpex, Bahlil juga telah berkonsultasi dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

“[Isu] yang dikhawatirkan nanti kan bisa delay lagi ini Masela. Jadi ya wajar kalau memang kita khawatir juga, kok enggak ada update,” ujarnya.

“Kalau memang ada progresnya sampaikan, ada kok progresnya. Kalau tidak ada progresnya, kita enggak tahu kan [tiba-tiba] keluar SP-1 itu kan pasti sudah banyak dipertimbangkan, termasuk konsultasi dengan SKK Migas.”

Ditemui terpisah, Kepala SKK Migas Djoko Siswanto enggan berkomentar saat ditanya mengenai kendala Inpex dalam memulai produksi di Blok Masela.

Djoko menyebut instansinya tengah menargetkan pembeli gas untuk mengembangkan Blok Masela melalui tender FPCI tahun ini untuk bisa menyelesaikan keputusan akhir investasi atau final investment decision (FID). 

Untuk itu, dia mendorong agar nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) yang telah diteken antara Inpex dan PT Pupuk Indonesia (Persero) pada 2020 bisa berlanjut ke tahap kesepakatan transaksi awal atau head of agreement (HoA).

"Saya kan sudah minta untuk menjadi minimum HoA, pabrik pupuk sudah minta alokasi dari Masela, pupuk BUMN," tutur Djoko.

Produksi gas lepas pantai Husky-CNOOC Madura Limited. (Dok: Pemkab Sumenep)

Target Onstream Maju

Lebih lanjut, Djoko menargetkan LNG dari Lapangan Abadi bisa memulai diproduksi atau onstream paling lama pertengahan 2029, setelah sebelumnya ditargetkan pada 1 Januari 2030.  

“Akan tetapi, kan harusnya dipercepat 2029 paling cepat onstream. Ya paling telat pertengahan lah,” ujarnya.

Inpex sebelumnya telah dikenakan SP-1 oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.  Bahlil saat itu enggan membocorkan nama perusahaan yang dimaksud, tetapi hal itu telah dikonfirmasi oleh Djoko bahwa Inpex lah yang mendapat SP-1.

Bahlil hanya memberi kode bahwa perusahaan tersebut sudah memegang hak konsesi atas penemuan gas terbesar (giant discovery) selama 26 tahun, tetapi tidak segera menaikkan statusnya untuk berproduksi.

Nah, saya sudah bikin Surat Peringatan Pertama. Kalau [Surat Peringatan] Kedua tidak bisa lagi, saya cabut. Ini gede dan ini pasti akan gempar. Saya tidak perlu sampaikan perusahaan apa itu. Biarkanlah Tuhan, saya, dan dia yang tahu,” ujar Bahlil.

Bagaimanapun, itu bukan kali pertama Bahlil mengancam akan mencabut izin Inpex di Blok Masela. Pada akhir Januari, Bahlil merespons progres pembangunan untuk fasilitas produksi Inpex di blok gas tersebut yang dinilai berpotensi mundur dari target 1 Januari 2030.

"Barang ini sudah dipegang konsesinya, enggak dijalankan. Aku sudah bilang, sudah bikin surat, 'Kamu [operator] tahun ini enggak melakukan pekerjaan untuk produksi, ya mohon maaf atas nama undang-undang tidak menutup kemungkinan kita akan evaluasi untuk kebaikan investor, rakyat, bangsa, dan negara'," kata Bahlil.

Bahlil mengungkit mangkraknya proyek tersebut sudah berlarut-larut sejak 1998 atau sekitar 26 tahun yang lalu sejak diberikan hak konsesi. Namun, Inpex tidak kunjung melakukan produksi Blok Masela.

“Bahwa negara Indonesia tidak boleh dimainkan. Supaya apa? Jangan pengusaha mengendalikan negara, tetapi negara yang harus mengendalikan pengusaha, dengan catatan negara juga tidak boleh zalim kepada pengusaha," ucap Bahlil.

Lapangan Abadi Masela diestimasikan memiliki puncak produksi sebesar 9,5 juta ton LNG per tahun (MTPA) dan gas pipa 150 MMSCFD, serta 35.000 barel kondensat per hari (BCPD).

Rencana pengembangan atau plan of development (PoD) Blok Masela, berikut revisinya sebenarnya sudah ditandatangani. Namun, operasionalnya sempat terhambat karena adanya usulan peralihan  perencanaan untuk Blok Masela dari proyek offshore menjadi onshore.

Selanjutnya, pemerintah dihadapkan dengan masalah untuk mencari pemegang hak partisipasi atau participating interest (PI) pengganti Shell, yang pada akhirnya resmi diambil alih oleh Pertamina dan Petronas pada 2023.

Saat ini, pemegang hak partisipasi di Blok Masela adalah Inpex Masela Limited dengan porsi 65%, sedangkan sisanya –sebanyak 35%– akan dibagi antara Pertamina dengan target sebesar 20% dan Petronas 15%.

(wdh)

No more pages