Spekulasi mengenai potensi kerja sama antara Honda dan Nissan telah beredar sejak tiga bulan lalu. Honda mencari cara untuk memperluas skala agar bisa bersaing dengan raksasa otomotif dunia, sementara Nissan membutuhkan bantuan finansial untuk menyelamatkan bisnisnya.
Jika kesepakatan ini berhasil, industri otomotif Jepang akan terbagi menjadi dua kubu besar, yaitu aliansi Honda-Nissan-Mitsubishi melawan Toyota dan jaringan perusahaan otomotifnya. Secara global, merger ini juga akan menciptakan persaingan yang lebih seimbang dengan Volkswagen AG dan produsen mobil besar lainnya yang tengah berjuang menghadapi gelombang kendaraan listrik dan hibrida dari China.
Di tengah ketidakpastian ini, Hon Hai Precision Industry Co, perusahaan Taiwan yang lebih dikenal sebagai Foxconn, menyatakan minatnya untuk membeli 36% saham Renault di Nissan. Ketua Foxconn, Young Liu, mengatakan awal pekan ini bahwa perusahaannya telah mendekati Nissan dan Honda untuk membahas potensi kerja sama.
Foxconn sempat menunjukkan ketertarikan tahun lalu tetapi mundur setelah Nissan mulai menjajaki kemitraan dengan Honda. Namun, setelah negosiasi antara Honda dan Nissan gagal, peluang bagi Foxconn kembali terbuka. Perusahaan ini berpotensi memanfaatkan keahliannya di bidang elektronik untuk menjadi produsen kendaraan listrik kontrak bagi Nissan.
Nissan berada dalam sorotan sejak November lalu setelah melaporkan penurunan laba bersih hingga 94% dalam enam bulan pertama tahun fiskal. Perusahaan juga mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 9.000 karyawan, pengurangan kapasitas produksi sebesar 20%, serta revisi turun target laba tahunan hingga 70%.
Kepemimpinan yang terus berganti dan lini produk yang ketinggalan zaman telah membuat Nissan semakin sulit bersaing, baik dengan mobil hibrida berbahan bakar bensin di pasar AS maupun kendaraan listrik di China.
Di sisi lain, Honda memiliki prospek yang lebih cerah. Produsen mobil ini menargetkan peningkatan penjualan kendaraan hibrida hingga dua kali lipat pada 2030, dengan target 1,3 juta unit—melonjak dari 650.000 unit yang terjual pada 2023 (tidak termasuk pasar China).
“Kami melihat sebagian besar pertumbuhan ini akan terjadi di Amerika Utara,” ujar eksekutif Honda, Katsuto Hayashi, kepada wartawan pada Desember lalu.
Beberapa hari setelah pernyataan tersebut, Honda dan Nissan memulai pembicaraan untuk membentuk perusahaan induk bersama. Namun, Honda menegaskan bahwa Nissan harus menyelesaikan masalah internalnya terlebih dahulu sebelum transaksi bisa terjadi.
Menurut sumber yang mengetahui negosiasi ini, Nissan percaya bahwa pihaknya bisa memperbaiki kondisi keuangan tanpa harus menutup pabrik. Namun, ketika Honda mengusulkan akuisisi penuh terhadap Nissan untuk menjadikannya anak perusahaan, Nissan dengan tegas menolak.
Kini, Nissan kembali mencari mitra baru dan harus menemukan cara lain untuk menyelamatkan masa depannya tanpa Honda.
(bbn)