Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Sesuai perkiraan, rupiah dibuka melemah pada perdagangan spot pagi ini, tertekan sentimen pasar global yang memburuk pasca data inflasi Amerika Serikat (AS) memudarkan harapan pemodal akan adanya pemangkasan bunga acuan lebih banyak.

Rupiah spot dibuka melemah 0,08% di level Rp16.380/US$, yang menjadi level support terdekat, seperti terlihat dari data realtime Bloomberg.

Pelemahan rupiah berlangsung di tengah indeks saham yang kembali dibuka di zona merah setelah rebound kemarin. IHSG dibuka turun 0,13% pagi ini.

Rupiah juga tertekan ketika mayoritas harga obligasi negara RI tertekan, ditandai dengan kenaikan imbal hasil di hampir semua kurva pada pagi ini. Pergerakan yield surat utang itu terdampak oleh lonjakan imbal hasil surat utang AS.

Pelemahan rupiah pagi ini terjadi ekslusif, karena hanya bersama peso Filipina yang tergerus 0,21%, lalu disusul rupiah di urutan kedua pelemahan 0,11%, dan ringgit 0,02%.

Sementara sebagian besar mata uang Asia masih menguat pagi ini dipimpin oleh baht 0,29%, yen 0,12%, dolar Singapura dan won 0,11%, dolar Taiwan 0,08%, dolar Hong Kong 0,01% dan yuan offshore yang bergerak sedikit.

Indeks dolar AS pagi ini dibuka melemah di Asia dan stabil di kisaran 107,85.

Secara teknikal, target pelemahan selanjutnya akan tertahan di Rp16.400/US$.

Apabila kembali break support tersebut, rupiah berpotensi melemah lebih lanjut menuju Rp16.450/US$ sebagai support terkuat. Cermati level support Rp16.500/US$ sebagai titik support paling penting.

Analisis Teknikal Nilai Rupiah Kamis 13 Februari 2025 (Riset Bloomberg Technoz)

Tekanan yang dihadapi oleh rupiah adalah terutama karena pupusnya harapan pasar akan pemangkasan bunga acuan lebih banyak oleh Federal Reserve, bila melihat data inflasi CPI pada Januari yang di luar dugaan naik cukup banyak. 

Inflasi CPI pada Januari tercatat 0,5 month-on-month (mom), naik dibanding Desember 0,4% mom dan melampaui ekspektasi pasar 0,3% mom.

Secara tahunan, inflasi CPI juga melesat jadi 3% year-on-year (yoy), dari 2,9% pada Desember.

Yang paling disoroti adalah inflasi inti CPI di mana pada bulan lalu, angkanya naik jadi 0,4% mom dan 3,3% yoy, jauh melampaui ekspektasi pasar di 0,3% mom dan 3,1% yoy. Angka itu juga lebih tinggi dibanding Desember yang sebesar 0,2% mom dan 3,2% yoy.

Gubernur Federal Reserve Jerome Powell mengatakan, data inflasi terbaru itu memperlihatkan bahwa meski bank sentral telah membuat kemajuan substansial dalam mengendalikan inflasi, akan tetapi masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.

"Saya akan mengatakan kita sudah dekat, tetapi belum sampai pada inflasi," Powell mengatakan kepada Komite Jasa Keuangan DPR pada Rabu (12/2/2025), menanggapi pertanyaan pada hari kedua pertemuan semi-annual bank sentral di hadapan Kongres.

"Tahun lalu, inflasi sebesar 2,6% — jadi perkembangan yang luar biasa — tetapi kita belum sampai pada titik target," kata Powell, merujuk pada indeks inflasi yang berbeda dari indeks harga konsumen (CPI), yang dirilis pada Rabu.

"Jadi kami ingin mempertahankan kebijakan yang ketat untuk saat ini," tambahnya, yang menunjukkan suku bunga akan tetap tinggi di masa mendatang.

(rui)

No more pages