Anggota parlemen telah mengajukan RUU untuk melarang ekspor mineral mentah untuk mengembangkan industri hilir negara tersebut, menghidupkan kembali upaya sebelumnya yang telah goyah karena kurangnya dukungan.
Filipina hanya memiliki dua pabrik pemrosesan logam yang digunakan untuk membuat baja nirkarat dan baterai untuk kendaraan listrik.
Wacana larangan ekspor ore tersebut akan memaksa China untuk mengambil bijih nikel dari pemasok lain seperti Kaledonia Baru, Brasil, dan Australia, kata Bravo.
"Karena pasar-pasar ini semakin kompetitif, kita bisa kehilangan pembeli yang berharga dan kehilangan peluang ekspor utama."
"Ketidakpastian yang meningkat dalam perdagangan global, khususnya mengenai potensi tarif perdagangan, membahayakan daya saing ekspor nikel Filipina," tambahnya.
Presiden Donald Trump pada hari Senin memerintahkan tarif sebesar 25% untuk semua impor baja dan aluminium AS, dalam upaya untuk menindak apa yang dikatakan pejabat pemerintah sebagai upaya oleh negara-negara seperti Rusia dan China untuk menghindari bea yang ada.
(bbn)