Bloomberg Technoz, Jakarta – Pengusaha menginginkan harga batu bara yang dijual ke pembangkit PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN melalui skema domestic market obligation (DMO) dinaikkan sejalan dengan terus terkereknya biasa pertambangan di Indonesia.
Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengatakan penetapan harga DMO batu bara senilai US$70/ton untuk pembangkit listrik telah diberlakukan sejak 2018 dan belum ada perubahan hingga saat ini.
Pengusaha, kata Hendra, menginginkan harga DMO mengikuti harga pasar batu bara karena harga komoditas berkembang setiap saat.
“[Harga DMO] yang berlaku idealnya harga pasar karena harga naik turun ngikutin saja memang begitu komoditas, kan,” kata Hendra saat dihubungi, Selasa (11/2/2025).

Di sisi lain, Hendra menjelaskan setiap tahun biaya operasional perusahaan pertambangan batu bara terus meningkat.
“Pasti meningkat harga, biaya operasional meningkat sudah delapan tahun kok harganya [DMO] enggak berubah,” ucap Hendra.
Tak hanya biaya operasional, Hendra memerinci pengusaha tambang juga dikenakan biaya lain seperti kenaikan inflasi, tarif royalti, kebijakan wajib parkir devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) sebesar 100% selama satu tahun, implementasi biodiesel B40, serta beban tarif lainnya.
Bagaimanapun, Hendra menyebut pengusaha tidak bisa berbuat banyak untuk mendesak kenaikan harga DMO batu bara.
“Tergantung pemerintah lah, kan kita tunduk sama pemerintah. Akan tetapi, kan kita juga punya hak untuk menyampaikan itu kan, usulan, gitu,” tutur Hendra.

Sesuai Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.255.K/30/MEM/2020 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri 2021, produsen batu bara wajib menjual 25% dari rencana produksi per tahunnya untuk kebutuhan domestik.
Adapun, berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 9/2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM No. 16/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian ESDM; pemerintah mematok harga DMO batu bara untuk serapan ke pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN senilai US$70/ton, sedangkan di luar itu US$90/ton.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan tengah menggodok mekanisme baru DMO batu bara bagi pembangkit PLN.
Hal dilakukan seiring dengan adanya permintaan pengusaha agar harga batu bara yang dijual ke pembangkit PLN melalui skema DMO dinaikkan.
“Kalau harga DMO semua kan ngaruh juga ke subsidi dan lain sebagainya ya. Mungkin mekanisme kali ya, mekanisme seperti apa yang pas sedang dilakukan pembahasan lah,” kata Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Tri Winarno saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (7/2/2024).
Tri tidak menampik para pengusaha memang menginginkan harga batu bara yang tinggi untuk dijual, sementara PLN membeli batu bara dengan harga yang murah. Tri pun memaklumi adanya permintaan dari sejumlah pengusaha tersebut.
“Wajar lah itu permintaan, wajar lah. Akan tetapi, poinnya adalah gimana supaya pemerataan betul-betul pas lah. Untuk PLN, untuk hajat hidup orang banyak itu berapa kira-kira seperti itu,” ujarnya.
Saat ditanya mengenai berapa angka permintaan DMO yang diinginkan pengusaha, Tri enggan mengelaborasinya lebih lanjut. “Belum ada angka yang pas, belum,” imbuhnya.
Kementerian ESDM melaporkan realisasi kewajiban pemenuhan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri atau DMO batu bara sepanjang 2024 mencapai mencapai 233 juta ton. Angka ini melebihi target DMO batu bara periode 2024 yang dipatok sejumlah 220 juta ton.
Berdasarkan data kinerja sektor ESDM periode 2024 yang diumumkan Senin (3/2/2025), ekspor batu bara sepanjang tahun lalu mencapai 555 juta ton. Angka ini meningkat dibandingkan dengan realisasi 2023 sebesar 518 juta ton.
Berbanding lurus, realisasi produksi batu bara pada 2024 mencapai 836 juta ton atau 117% dari target yang telah ditetapkan dalam rencana produksi tahun lalu sebanyak 710 juta ton. Untuk 2025, pemerintah menargetkan produksi batu bara nasional sejumlah 735 juta ton.
(mfd/wdh)