Bloomberg Technoz, Jakarta - Tren pelemahan rupiah kemungkinan masih akan berlanjut dalam perdagangan Selasa menyusul kepastian penerapan tarif impor baja dan alumunium oleh Amerika Serikat (AS) sebesar 25% terhadap semua negara, efektif berlaku 4 Maret nanti.
Indeks dolar AS kemarin ditutup menguat 0,26% di level 108,31. Pergerakan rupiah di pasar offshore juga mencerminkan tekanan yang masih belum mereda. Rupiah NDF ditutup melemah di Rp16.366/US$ pada akhir sesi bursa New York. Pagi ini, rupiah NDF makin lemah di kisaran Rp16.374/US$.
Level tersebut lebih lemah dibanding posisi penutupan rupiah spot pada Senin di Rp16.345/US$. Hal itu menyiratkan potensi tekanan pada rupiah masih ada.
Pada pembukaan pasar valuta Asia pagi ini, mayoritas mata uang Asia melemah. Baht turun nilainya 0,17%, won Korsel 0,08%, dolar Singapura 0,04%, yuan offshore 0,03% lalu dolar Hong Kong 0,01%. Hanya yen Jepang yang masih menguat melawan dolar AS dengan kenaikan nilai 0,11%.
Dari pasar saham, beberapa bursa Asia yang sudah dibuka pada pagi ini, terpantau bergerak hijau. Indeks Kospi dan Kosdaq Korea masing-masing menguat 0,43% dan 0,17%.
Potensi pelemahan rupiah yang masih ada juga dibayangi oleh penantian para pelaku pasar akan pernyataan Jerome Powell, Gubernur Federal Reserve, yang dijadwalkan akan memberikan kesaksian di Senat AS pada Selasa ini.
Dari dalam negeri, hari ini Bank Indonesia akan melansir hasil Survei Konsumen edisi bulan Januari, yang akan memberikan gambaran terkait perkembangan keyakinan konsumen serta kondisi keuangan masyarakat Indonesia.
Tarif Trump
Presiden AS Donald Trump memberlakukan penerapan tarif impor AS untuk komoditas baja dan alumunium sebesar 25%. Mengutip Bloomberg, kebijakan itu disebut akan resmi berlaku mulai 4 Maret nanti.
"Pada dasarnya kami akan mengenakan tarif 25% tanpa kecuali pada semua alumunium dan baja dan itu berarti banyak bisnis akan dibuka di AS," kata Trump ketika menandatangani perintah kebijakan tersebut di Oval Office, pada Senin.
Dua negara yang menjadi pemasok utama baja dan alumunium bagi AS adalah Kanada dan Meksiko. Pungutan juga dikenakan terkait logam jadi yang dinilai menjadi upaya 'menjegal' negara seperti Rusia dan China menghindari pengenaan bea masuk.
Tarif itu berlaku universal alias menyangkut semua negara yang menjual dua komoditas itu pada AS.
Kebijakan Trump itu berdampak negatif pada aset-aset di pasar emerging. Indeks mata uang emerging market, Currency MSCI EM, turun 0,2% dipimpin terutama oleh kejatuhan mata uang Asia pada Senin.
Arus jual SUN
Arus jual kemarin melanda pasar surat utang, menjegal reli yang terjadi beberapa waktu sebelumnya, bersamaan tekanan besar yang masih melanda pasar saham dengan IHSG menyentuh level terendah dua tahun terakhir.
Tekanan jual di pasar surat utang sepertinya masih akan berlanjut, menyusul selisih imbal hasil yang menyempit yakni tinggal 233 basis poin karena yield Treasury, surat utang AS, kembali naik ke level 4,497% untuk tenor 10Y.
Situasi pasar yang dibayangi tekanan jual itu akan menjadi lanskap lelang rutin sukuk negara (SBSN) hari ini yang ditargetkan meraup Rp10 triliun.
Analisis teknikal
Rupiah berpotensi terkoreksi menuju level Rp16.360/US$ yang merupakan support pertama dengan target pelemahan kedua akan tertahan di Rp16.400/US$.
Apabila kembali break kedua support tersebut, rupiah berpotensi melemah makin dalam, menuju level Rp16.450/US$ sebagai support terkuat.
Jika nilai rupiah terjadi penguatan hari ini, resistance menarik dicermati ada pada level di kisaran Rp16.320/US$ dan selanjutnya Rp16.300/US$ hingga Rp16.280/US$.

(rui)