“Memang ini selalu menjadi hambatan karena selalu menjadi wacana dari bertahun-tahun lalu. Sampai saat ini juga belum jadi untuk kepastian hukumnya mengenai ketentuan kelompok masyarakat yang berhak menggunakan BBM jenis tertentu, baik Solar maupun Pertalite,” ujar Daymas saat dihubungi Bloomberg Technoz, Jumat (12/5/2023).
Sekadar catatan, Pertamina memulai uji coba pengaturan akses masyarakat terhadap Pertalite di 4 wilayah yaitu Aceh, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Timika. Pembelian bensin bersubsidi tersebut dikendalikan maksimal 20 liter atau Rp200 ribu/hari.
Daymas menilai program tersebut tidak dapat dikatakan sebagai “pembatasan” lantaran tidak ada dasar hukum atau regulasi yang mengatur mengenai hal tersebut.
Menurutnya, uji coba yang dilakukan Pertamina tidak lebih dari bentuk optimasi perusahaan migas pelat merah itu untuk menghemat biaya operasional dan biaya-biaya lain yang timbul akibat aktivitas bisnisnya.
“Balik lagi, mau mekanismenya seperti apapun, selama belum ada kepastian hukumnya yang jelas dan tegas, percuma sih. Kalau sudah diatur lewat regulasi –siapa yang berhak mendapat BBM tertentu atau BBM khusus penugasan– itu nanti akan mudah [mengendalikan akses masyarakat ke BBM bersubsidi]. Namun, kalau mandek regulasinya, ya untuk menaungi [kebijakan] Pertamina agak sulit,” jelasnya.
Pertamina sebelumnya beralasan uji coba pengaturan akses masyarakat terhadap Pertalite ditujukan memastikan BBM bersubsidi tersebut terdistribusikan kepada pengguna yang tepat.
Pemerintah mengalokasikan subsidi energi dan kompensasi pada program ketahanan energi, termasuk untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 senilai Rp339,6 triliun, lebih rendah dari realisasi Tahun Anggaran 2022 sejumlah Rp551,2 triliun.
Terkait dengan hal tersebut, Daymas menyebut pemberian subsidi BBM tidak tepat jika menargetkan pengaturan harga bahan bakar. Alih-alih, pemberian subsidi BBM semestinya menyasar pengaturan penerima subsidi.
“Karena memang sangat riskan dengan penyelewengan dan ketidaktepatan sasaran. Kami melihat memang subsidi ini seharusnya dilakukan kepada targetnya langsung, kepada orangnya dibandingkan dengan kepada produknya atau harga produknya,” jelas Daymas.
Dihubungi secara terpisah, Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengatakan dalam waktu dekat perusahaan masih belum berencana mengatur pembelian Pertalite di luar Aceh, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Timika.
“Uji coba betul dilakukan di 4 wilayah tersebut, sampai sekarang sistemnya masih uji coba. Untuk saat ini masih di wilayah tersebut sambil nanti melihat evaluasinya bagaimana. Terkait dengan rencana revisi Perpres No. 191/2014, kami masih menunggu dari regulator,” ujarnya saat dimintai konfirmasi oleh Bloomberg Technoz, Jumat (12/5/2023).
(wdh)