Logo Bloomberg Technoz

Mengacu pada denah pembagian tempat penonton, ada 11 strata tiket yang akan dibedakan dari lokasi tempat duduk. Bila dirata-rata tiap strata tiket menyediakan 4.500 tiket saja, pendapatan promotor dari penjualan tiket konser Coldplay sedikitnya dapat menyentuh Rp200 miliar. 

Suasana konser Coldplay di Brazil. (Dok @annaleemedia lewat unggahan @coldplay/Instagram)

Asumsikan 50.000 orang penonton konser yang paling ditunggu tahun itu juga berbelanja snack dan aksesoris alias merchandise konser, bila satu orang saja menghabiskan minimal Rp1 juta, maka nilai ekonomi yang berputar akan bertambah lagi sedikitnya Rp50 miliar.

Sebagai gambaran, ketika konser BlackPink digelar di Jakarta pada Maret lalu, harga merchandise konser seperti lightstick dijual seharga Rp850.000, belum lagi merchandise seperti kaos yang dibanderol jutaan rupiah bahkan jepit rambut saja dihargai seperempat juta rupiah.

Bagaimana dengan biaya transportasi?

Membawa mobil saat menonton konser adalah ide buruk. Anda bisa susah pulang karena seluruh jalur sekitar venue dipastikan macet. Bisa-bisa sampai di rumah shubuh.

Beruntung warga ibukota sudah memiliki jalur transportasi publik yang nyaman seperti Commuterline, Transjakarta, Electric Bus, hingga MRT. Bila mau sedikit usaha, transportasi ke venue dengan public transportation cukup mudah mengantar penonton datang maupun pulang konser. Belum ditambah keberadaan ojek online yang dipastikan bakal panen orderan malam itu. 

Tapi bila enggan bersusah payah dan membawa mobil adalah ide konyol, tidak sedikit orang yang mungkin menimbang untuk staycation di hotel sekitar kawasan GBK. Ya, hotel-hotel di daerah tengah kota itu mungkin akan ketiban lonjakan rezeki juga.

Lebih-lebih konser Coldplay digelar di tengah pekan, persisnya pada Rabu 15 November. Mungkin banyak penggemar yang sekaligus mengajukan cuti supaya tidak perlu bekerja keesokan hari dengan kondisi masih lelah pasca konser, memanfaatkan waktu hingga akhir pekan untuk berlibur.

Ratusan miliar rupiah akan berputar hanya dari satu pagelaran musik. Sepanjang 2023, silih berganti pertunjukan artis kelas dunia dijadwalkan digelar di Indonesia. Setelah BlackPink, girlband asal Korea Selatan yang bahkan menggelar konser sampai dua kali di venue yang sama pada Maret lalu. Atau beberapa boyband senior seperti Westlife dan Blue, keduanya memiliki penggemar yang kini usianya berada di puncak produktivitas, juga sempat menggelar konser awal tahun ini.

Di sisa tahun ini, selain Coldplay, masyarakat pecinta musik dan pemburu hiburan juga menunggu konser musisi legendaris dunia David Foster pada Agustus nanti. Sebelum itu, para K-Pop-ers sudah bersiap menanti kedatangan girlband besar Red Velvet yang dijadwalkan menggelar konser 20 Mei nanti di Tangerang, Banten.

Disusul pagelaran rutin tahunan penikmat musik jazz, Java Jazz yang bakal digelar pada Juni nanti dengan menghadirkan bintang utama MAX dan Stephen Sanchez. Disambung kedatangan The Strokes dan 1975 pada festival musik We The Fest 2023 di GBK, Jakarta. Daftarnya bisa makin panjang bila artis besar lokal turut dimasukkan.

Nilai Ekonomi Besar

Pasca pandemi mereda, industri pertunjukan yang dipaksa sekarat sejak 2020 akhirnya menemui momentum “balas dendam”. Bukan hanya performer dan promotor, para penonton yang sudah terkekang sekian lama karena pandemi, memiliki seribu alasan untuk berjingkrak di venue bersama artis atau band favorit, untuk memenuhi kerinduan akan hiburan langsung. Berapapun harga tiketnya. Bahkan ketika tiket konser Coldplay Jakarta lebih mahal dibanding Malaysia, misalnya.

Band-band lokal seperti Dewa 19, Slank, Kahitna, Noah sampai Sheila on 7, kebanjiran tawaran manggung tanpa henti bahkan ketika band-band yang berjaya di dekade 2000 awal itu, tak lagi mengeluarkan album baru. 

Semua butuh hiburan setelah pandemi yang melelahkan. Dan itu kabar bagus bagi ekonomi domestik yang masih membutuhkan sokongan besar terutama dari konsumsi masyarakat, motor utama pertumbuhan ekonomi RI, yang sejauh ini masih belum mampu menapak pertumbuhan seperti sebelum pandemi di angka 5%.

Coldplay. (Paul Goguen/Bloomberg News)

Besarnya nilai ekonomi yang berputar itu pada akhirnya mendorong pemerintah semakin serius mendorong kemudahan bisnis pertunjukan dan ekonomi kreatif lain. Misalnya melalui kemudahan izin yang ditargetkan bisa  dirilis paling telat 45 hari sebelum acara.

Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, pernah menyebut, kemudahan izin untuk penyelenggaraan konser musik, seni, budaya, olahraga, ataupun kegiatan ekonomi kreatif lainnya berpotensi menciptakan pergerakan ekonomi hingga Rp170 triliun. Untuk tahun ini saja, setidaknya akan ada 3.000 event yang bisa menyumbang kue ekonomi.

Hasil survei IVENDO (Indonesia Event Industry Council) menyebutkan, setelah pandemi Covid-19 melandai, kegiatan event yang dilaksanakan oleh 130 anggota IVENDO menyumbang nilai ekonomi hingga Rp423 miliar. Nilai ekonomi dari kegiatan event itu sejatinya masih relatif masih kecil dibandingkan nilai sebelum pandemi yang menembus Rp164 triliun per tahun.

PR Pertumbuhan Ekonomi

Sepanjang kuartal 1-2023, Indonesia berhasil mencetak pertumbuhan 5,03% year-on-year, melampaui ekspektasi mayoritas analis, dengan dukungan utama dari konsumsi rumah tangga yang mampu tumbuh 4,54% dan memberi kontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 52,88%. Sebagai catatan, pertumbuhan konsumsi domestik itu masih belum seperti kisaran rata-rata 10 tahun terakhir sebelum pandemi yang rata-rata sebesar 5%.

Ekonom Societe Generale GSC Pvt Kunal Kundu melihat, Indonesia masih menghadapi tantangan besar tahun ini. "Penciptaan lapangan kerja di Indonesia sejauh ini masih lemah, selain itu penjualan ritel juga masih di bawah level prapandemi, di saat yang sama laju investasi juga mencatat penurunan. Outlook perekonomian global juga mengancam kinerja ekspor RI," tulis analis seperti dilansir Bloomberg News.

"Penciptaan lapangan kerja di Indonesia sejauh ini masih lemah, selain itu penjualan ritel juga masih di bawah level prapandemi, di saat yang sama laju investasi juga mencatat penurunan. Outlook perekonomian global juga mengancam kinerja ekspor RI,"

Kunal Kundu, Ekonom Societe Generale

Perekonomian domestik oleh karenanya akan sangat mengandalkan konsumsi domestik sepanjang tahun ini setelah bonanza komoditas berangsur usai. Pada kuartal I lalu, kinerja ekspor juga semakin melambat dengan terkontraksi 5,4% dibanding kuartal sebelumnya. 

Meski sejauh ini neraca dagang telah mencetak reli surplus dalam 35 bulan berturut-turut, akan tetapi penurunan harga komoditas global akibat pelemahan permintaan di tengah inflasi dan tren bunga acuan tinggi akan terus menyeret kinerja ekspor Indonesia sepanjang 2023. Transaksi berjalan Indonesia tahun ini diperkirakan akan defisit.

Di sisi lain, kinerja investasi juga mengecewakan. Pada kuartal I lalu, investasi memang masih mencetak pertumbuhan 2,11% dan menjadi penyumbang nomor dua PDB sebesar 29,11%.

Akan tetapi, capaian itu lebih rendah dibanding kuartal 1-2022 yang mencetak pertumbuhan 4,08% dan lebih rendah dari kuartal IV sebesar 3,33%. Capaian rendah investasi itu disinyalir dampak dari kondisi ekonomi global yang masih menghadapi ketidakpastian tinggi.

Foreign Direct Investment (FDI) juga tercatat cuma tumbuh 16,05% pada tiga bulan pertama 2023, jauh di bawah capaian kuartal sebelumnya sebesar 42,1%. Indonesia membutuhkan strategi lebih paten untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi di jalurnya kala ekspor komoditas sudah sulit menjadi harapan pendongkrak. Konsumsi masyarakat adalah salah satu kunci penting. 

Itu, salah satunya bisa didorong dari lini industri pertunjukan seperti yang diperkirakan bisa disumbang oleh konser Coldplay dan performer lain sepanjang tahun ini.

Kehilangan momentum Lebaran

Bahkan kedatangan Lebaran 2023 pun belum mampu mendongkrak konsumsi ke level sebelum pandemi. Sejauh ini Indonesia terlihat kehilangan momentum Lebaran 2023 dengan capaian penjualan ritel cuma tumbuh 1% pada April.

“Laju pertumbuhan belanja saat Ramadan-Idulfitri 2023 cenderung melambat di mana masyarakat cenderung selektif belanja, pertumbuhan belanja terkait non-durable goods naik pesat menunjukkan fase perilaku belanja masyarakat kembali normal seperti sebelum pandemi dan ini akan berlangsung sepanjang 2023,” jelas Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro.

Laju pertumbuhan konsumsi domestik masih belum ke level sebelum pandemi (Bloomberg)

Perilaku belanja masyarakat sebenarnya sudah normal sejak 2022, di mana ‘revenge spending’ terjadi bersamaan saat Lebaran 2022. Alhasil, untuk tahun ini akan sulit berharap akan terjadi balas dendam konsumsi lagi yang bisa mendongkrak laju konsumsi masyarakat ke level lebih tinggi.

Di sisi lain, pada kuartal I lalu, kenaikan nilai belanja masyarakat lebih banyak didorong oleh kenaikan harga ketimbang volume belanja. Ini berbeda dengan 2022 di mana volume belanja yang lebih banyak berperan menaikkan nilai belanja. Artinya, belanja masyarakat sepanjang 2023 ini bisa dibilang lebih sedikit.

Indonesia juga menghadapi ancaman penurunan konsumsi domestik bila melihat potret terkini kondisi upah pekerja di Indonesia. BPS melaporkan tingkat pengangguran menurun pada Maret menjadi 5,45% dengan kenaikan tingkat partisipasi angkatan kerja menjadi 69,3%.

Akan tetapi, "Walaupun kondisi di pasar tenaga kerja Indonesia membaik, tingkat kualitas lapangan kerja yang tersedia semakin mengkhawatirkan akibat naiknya proporsi kegiatan pekerjaan informal menjadi 60,12%. Tersendatnya perbaikan kualitas lapangan kerja dapat berdampak negatif terhadap konsumsi domestik karena upah dan jam kerja di sektor informal cenderung lebih rendah daripada di sektor formal," imbuh Lionel Prayadi, Macro Strategist Samuel Sekuritas.

Namun, masih tersisa harapan bila melihat tren simpanan masyarakat di bank. Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat, pada Maret lalu nilai simpanan masyarakat untuk strata simpanan antara Rp1 miliar hingga Rp2 miliar, tercatat turun hingga 0,2% secara bulanan.

Bila tren itu terus berlanjut maka bisa saja itu menjadi salah satu sinyal bahwa masyarakat, terutama dari kelas menengah sebagai motor utama konsumsi negeri ini, tengah bersiap menggeber belanja modal dan konsumsi sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Termasuk melalui belanja hiburan dengan menghadiri konser musik seperti Coldplay atau David Foster.

Hasil survei Bloomberg terhadap 39 ekonom pada 5-10 Mei lalu memperkirakan Indonesia akan mencatat pertumbuhan sebesar 4,8% pada kuartal II-2023 nanti. Adapun ekonom Bank Mandiri memperkirakan Indonesia masih akan mampu membukukan pertumbuhan 5,07% pada kuartal II di tengah tekanan perlambatan ekonomi global.

“Sepanjang tahun ini Indonesia diperkirakan akan tumbuh 5,04%,” kata Dian Ayu Yustina, Head of Macroeconomic and Financial Market Research Bank Mandiri.

Jadi, bagi penggemar Coldplay yang sudah bersiap war ticket, penting untuk mencatat, itu adalah awal dari sesuatu yang bukan sekadar ritus menikmati konser musik tapi juga bagian dari misi adiluhung: ikut menyumbang kue perekonomian negara. Selamat bersenang-senang!

(rui)

No more pages