Logo Bloomberg Technoz

Jika terwujud, maka surplus neraca perdagangan akan terjadi selama 36 bulan beruntun. Kali terakhir Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan adalah pada April 2020.

Harga Komoditas Jatuh

Penurunan harga komoditas memukul kinerja ekspor Indonesia. Dua komoditas andalan ekspor Tanah Air, yakni batu bara dan minyak sawit mentah (CPO), mengalami koreksi harga yang cukup dalam.

Sepanjang April 2023, rata-rata harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) adalah US$ 191,81/ton. Lebih rendah 37,44% dibandingkan April tahun lalu.

Sumber: Bloomberg

Sedangkan rata-rata harga CPO di Bursa Malaysia sepanjang April 2023 adalah MYR 3.728,61/ton. Anjlok 40,33% dibandingkan rerata April 2022.

Sumber: Bloomberg

“Secara umum, perdagangan internasional tahun ini tidak akan semulus tahun lalu,” ujar Tirta Citradi, Ekonom MNC Sekuritas.

Dari sisi ekspor, lanjut Tirta, harga komoditas yang tinggi tahun lalu membuat basis pertumbuhannya jadi lebih tinggi (high-base effect). Oleh karena itu, ekspor memang konsisten mengalami perlambatan sejak akhir kuartal III-2022.

Reopening China di satu sisi menjadi katalis positif untuk perdagangan internasional. Namun masalah likuiditas bank-bank di Amerika Serikat (AS) dan risiko contagion-nya menjadi ancaman untuk aliran modal dan barang,” tambah Tirta.

Sementara di sisi impor, Tirta menilai dunia usaha masih konservatif sehingga belanja bahan baku dan barang modal menurun. “Penurunan impor, terutama bahan baku dan barang modal, kemudian berakibat pada kinerja ekspor,” tuturnya.

Senada dengan Tirta, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman bilang koreksi harga komoditas membebani kinerja ekspor Indonesia. Sementara impor turun akibat tingginya iklim suku bunga global.

Tekanan yang dialami neraca perdagangan, lanjut Faisal, pada gilirannya akan berdampak terhadap transaksi berjalan (current account). Tidak seperti 2022 yang surplus 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB), transaksi berjalan 2023 kemungkinan akan kembali ke teritori negatif.

“Surplus neraca perdagangan akan kian menyusut tetapi dalam laju yang bertahap karena reopening di China. Kami memperkirakan defisit transaksi berjalan 2023 sebesar 0,65% PDB,” tulis Faisal dalam laporannya.

(aji)

No more pages