Bloomberg Technoz, Jakarta - Pihak Istana Presiden enggan mengomentari revisi tata tertib (tatib) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang salah satu poinnya memungkinkan lembaga legislatif tersebut melakukan evaluasi pada seluruh pejabat lembaga negara yang dipilih melalui uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi mengklaim, Istana tak bisa berkomentar tentang kewenangan lembaga lain; terutama DPR adalah lembaga legislatif atau di luar ranah eksekutif.
“Kita tidak mau mengomentari Tatib DPR. Karena Tatib kan mengikat ke dalam organisasi DPR,” ucap dia kepada awak media, Jumat (7/2/2025).
Meski tak lugas, Hasan mengklaim adanya hubungan yang baik antara pemerintah dan DPR; termasuk terhadap terbitnya Tatib baru tersebut. Dia pun mengungkap pemerintah nampaknya tak menyoal keberadaan tatib yang bisa mempengaruhi independensi sejumlah lembaga negara tersebut.
“Di antara pemerintah dengan DPR sejauh ini tidak ada polemik,” kata dia.
Aturan yang termuat pada Pasal 228 A ayat (1) dan (2) tersebut dikhawatirnya menjadi dasar hukum bagi DPR mencopot atau mengganti pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hingga para hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA).
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad membantah tuduhan tersebut dengan mengklaim perubahan tata tertib DPR hanya penegasan atas fungsi pengawasan lembaga legislatif tersebut. Toh, dia mengklaim, selama ini pun DPR telah menjalankan fungsi penngawasan terhadap mitra kerjanya.
“Nah namun kita tegaskan lagi bahwa dalam keadaan tertentu, hasil fit and proper yang sudah dilakukan oleh DPR bisa kemudian dilakukan evaluasi secara berkala untuk kepentingan umum justru begitu,” kata Dasco kepada awak media, usai Rapat Paripurna DPR, Selasa (4/2/2025).
Menurut Dasco, DPR bahkan tak pernah memikirkan tentang penggunaan pasal tersebut untuk mencopot pimpinan lembaga negara hasil fit and proper test. Meski demikian, dia tak menampik, DPR memang bisa melakukan penggantian terhadap pimpinan lembaga negara yang sudah tak maksimal.
(azr/frg)