Logo Bloomberg Technoz

"Posisi cadangan devisa pada akhir Januari 2025 setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso dalam pernyataan resmi, hari ini.

Kabar kenaikan nilai cadangan devisa RI yang kembali memperbarui rekor itu bisa memberi dukungan pada rupiah yang sejak pembukaan pasar hari Jumat, tertekan oleh arus keluar modal dari pasar saham. Rupiah yang dibuka melemah tipis 0,06%, kini berusaha bangkit dengan pelemahan tinggal 0,01%.

Sepanjang tahun ini, rupiah telah tergerus nilainya 1,40% terutama karena sentimen eksternal, bersumber dari ketidakpastian geopolitik yaitu perang tarif yang diinisiasi oleh Presiden AS Donald Trump.

Prospek BI Rate

Kembali rekornya nilai cadangan devisa RI pada Januari, kemungkinan akan memberi dukungan lebih besar bagi Bank Indonesia untuk melanjutkan pelonggaran moneter.

Sinyal yang dilempar oleh Bank Indonesia setelah keputusan mengejutkan penurunan BI rate bulan lalu, nadanya juga masih dovish. Terlebih, angka inflasi tercatat terus turun.

Pada Januari, misalnya, inflasi domestik tercatat di level terendah dalam 25 tahun yaitu 0,76% year-on-year. Selain itu, karena fokus kebijakan BI kini juga telah bergeser untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Bank investasi global asal Inggris, Barclays Inc., memperkirakan BI akan kembali memangkas bunga acuan sebesar 25 basis poin dalam pertemuan bulan ini.

"Kami meragukan stabilitas angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2024, bisa mengurangi antusiasme bank sentral dalam melonggarkan moneter," kata Brian Tan, analis Barclays, dilansir dari Bloomberg.

Pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal IV-2024 memang sedikit di atas ekspektasi yakni 5,02% dan secara keseluruhan tahun 2024 melambat ke 5,03%. Namun, bila ditelisik, kinerja konsumsi rumah tangga masih belum mampu kembali ke level sebelum pandemi.

Konsumsi rumah tangga pada kuartal IV-2024 tercatat sebesar 4,98% yoy dan dalam sepanjang 2024 tumbuh 4,94% yoy, masih di bawah level pandemi yang di atas 5%.

Sinyal penurunan BI rate lebih lanjut juga terlihat dari pergerakan instrumen moneter, Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Bunga diskonto SRBI berjangka waktu 12 bulan, yang menjadi favorit para investor, pada lelang terakhir pekan lalu dimenangkan di level 6,74%.

Itu menjadi penurunan tingkat imbal hasil dalam lima lelang berturut-turut. Level bunga tersebut juga menjadi yang terendah sejak 20 Oktober 2023 lalu.

Sementara lelang SRBI hari ini belum dipublikasikan hasilnya. Akan tetapi bila melihat tren penurunan yield di pasar obligasi, ada potensi bunga SRBI pun kembali diturunkan.

Arus Keluar Modal Asing

Meski begitu, dengan kini arus keluar modal asing dari pasar saham terus meningkat, ada risiko tekanan lebih banyak bagi rupiah. Itu mungkin akan menahan pula upaya BI melanjutkan penurunan BI Rate.

Catatan Bloomberg, nilai keluar modal asing dari bursa saham sepanjang tahun ini telah mencapai US$ 430,9 juta year-to-date. 

Bila arus keluar itu berlanjut, dan menular ke pasar obligasi misalnya, rupiah bisa makin tertekan.

Selain itu, jelang kedatangan musim perayaan yakni Ramadan dan Idul Fitri mungkin akan membuat inflasi kembali melonjak.

Ekonom Bloomberg Economics Tamara Mast Henderson, menilai, data inflasi Januari memberikan pembacaan yang campur aduk sehingga sinyal bagi kebijakan moneter pun jadi bercampur.

Di satu sisi, inflasi inti pada Januari lebih kuat dari ekspektasi pasar. Inflasi inti menunjukkan tingkat permintaan dalam ekonomi. Namun, penting dicatat, kenaikan inflasi lebih karena harga emas.

Di sisi lain, inflasi umum bulan lalu lebih kecil dari perkiraan, bahkan jadi yang terendah sejak 2000. Walau perlu dicatat, beberapa kelompok pengeluaran masih mencatatkan kenaikan, terutama komoditas dapur, sembako, hingga makanan restoran. 

Melihat data itu, ekonom Bloomberg memperkirakan Bank Indonesia kemungkinan akan menahan BI Rate di 5,75% pada Rapat Dewan Gubernur edisi Februari.

Selain sinyal campuran dari data inflasi, “Volatilitas pasar yang dipicu oleh pengumuman tarif impor AS pada Kanada, Meksiko dan China, akan membuat BI fokus pada rupiah yang telah melemah bersamaan dengan mata uang Asia lain,” kata Henderson.

(rui/aji)

No more pages