Logo Bloomberg Technoz

Pertumbuhan ekonomi nan kencang akan berakibat pada pelebaran defisit Transaksi Berjalan RI ke kisaran -4% hingga -6% dari PDB. "Dalam kondisi seperti itu, rupiah bisa terdepresiasi hingga kisaran Rp18.000-Rp20.000/US$," kata analis. 

Pada kuartal III-2024, Transaksi Berjalan RI mencatat penurunan defisit menjadi -0,6% dari PDB atau sebesar US$ 2,2 miliar, lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya yang mencapai -0,9% PDB atau US$ 3,2 miliar.

Mengacu hasil survei terakhir yang dihelat oleh Bloomberg terhadap para ekonom yang dirilis pada akhir Januari lalu, defisit Transaksi Berjalan RI diperkirakan akan terus meningkat pada tahun ini.

Setelah diprediksi menyentuh -0,7% dari PDB pada kuartal IV-2024, rata-rata defisit Transaksi Berjalan Indonesia sepanjang tahun ini diperkirakan melebar jadi -1,2% dari PDB.

Kejar Pertumbuhan

Para investor ditengarai mulai waspada terhadap berbagai jurus kebijakan bernuansa populis yang dilansir oleh Presiden Prabowo belakangan ini. 

Itu karena kebijakan bernuansa populis itu dinilai bisa 'berbahaya' bagi kelangsungan kesehatan keuangan negara ke depan.

Dihujani protes masyarakat yang marah, telah beberapa kali Prabowo memilih untuk berbalik arah. Mulai dari pembatalan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di detik-detik akhir, yang memicu potensi kehilangan penerimaan pajak lebih dari Rp70 triliun.

Kebijakan populis Prabowo mulai menuai kekhawatiran para investor (Bloomberg)

Dibarengi dengan keputusan mempertahankan pengucuran insentif fiskal senilai Rp25 triliun, termasuk diskon tarif listrik sampai Februari ini. Lalu, persetujuan terhadap kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) hingga 6,5%.

Kemudian, perluasan sasaran Makan Siang Bergizi (MBG) hingga 83 juta anak sekolah pada akhir tahun ini yang membengkakkan anggaran sedikitnya Rp100 triliun menjadi Rp171 triliun.

Yang terakhir adalah, pembatalan upaya pembatasan distribusi gas bersubsidi, LPG 3 kilogram, menyusul kemarahan publik yang meluas.

Anggaran subsidi untuk LPG 3 kilogram untuk tahun anggaran 2025 ditetapkan sebesar Rp87,6 triliun sebanyak 8,17 juta metrik ton.

Kebijakan-kebijakan itu di satu sisi mungkin bisa mendukung konsumsi masyarakat, motor utama ekonomi domestik, yang sampai tahun lalu belum mampu kembali ke level sebelum Pandemi Covid-19. 

Kendati Pemerintahan Prabowo juga menggeber upaya efisiensi anggaran melalui penghematan hingga Rp306 triliun, para investor masih memantau apakah langkah itu bisa mengimbangi kedisiplinan pengelola negara untuk memastikan defisit fiskal sesuai target.

Selain itu, upaya mengimbangi penurunan pendapatan akibat jurus populis itu melalui penghematan yang setara 8,5% belanja tersebut, pertaruhannya pun tidak kecil. 

Pertumbuhan ekonomi kuartal 1-2025 yang seharusnya potensial melejit didukung faktor musiman, bisa berkurang lajunya karena pengurangan belanja pemerintah.

Mempertahankan target fiskal sejatinya adalah kunci untuk mempertahankan kepercayaan investor dan mendukung stabilitas ekonomi RI pada tahun-tahun mendatang, menurut Anders Faergemann, co-Head of Emerging market Global Fixed Income di Pinebridge Investments di London, dilansir dari Bloomberg.

Ekonomi Indonesia terjebak stagnasi sekuler dengan pertumbuhan tak bergerak dari 5% (Riset Bloomberg Technoz)

Pemerintah RI menargetkan defisit APBN 2025 sebesar 2,5% dari Produk Domestik Bruto. Undang-Undang di Indonesia membatasi batas rasio utang terhadap PDB maksimal sebesar 3%.

Pada perdagangan Kamis, nilai rupiah yang tertekan sejak pembukaan pasar, sempat menyentuh level terlemah intraday di Rp16.328/US$. Pelemahan rupiah terjadi ketika mayoritas mata uang Asia juga tertekan oleh dolar AS.

Aksi jual di pasar saham juga membesar dengan IHSG bahkan tergerus hingga 2% sampai siang ini. Saham bank dan saham tambang, menyala merah.

Sementara di pasar surat utang negara, investor terlihat masih lebih tenang. Aksi beli berlanjut mengerek harga surat utang dan menurunkan tingkat imbal hasil obligasi.

Yield 2Y turun 2,3 bps ke level 6,634%, lalu tenor 5Y juga turun 5,8 bps ke level 6,658%, dan tenor acuan 10Y terpangkas 4,2 bps menjadi 6,892%, seperti dilansir dari Bloomberg.

(rui/aji)

No more pages