"Di lain pihak China sendiri membutuhkan barang dari Indonesia dalam rantai pasok [supply chain] terutama baja dan turunannya sehingga ini semua akan kita jaga," ujarnya.
Tidak Dapat Fasilitas Bebas Bea Masuk GSP
Terlebih, kata Airlangga, Indonesia selama ini memang sudah tidak mendapatkan fasilitas preferensi pembebasan bea masuk atau generalized system of preferences (GSP). Sehingga, barang dari Indonesia tetap mendapatkan bea masuk 10%-20%.
"Posisi kita berbeda dengan Vietnam, bea masuk 0%. Vietnam dapat perlakuan khusus tetap 0% walaupun mengalami surplus perdagangan tertinggi di ASEAN dengan AS," ujarnya.
"GSP untuk barang Indonesia tidak dilanjutkan maka barang tetap kena 10%-20%, bagi Indonesia posisi ini belum ada perubahan."
Sekadar catatan, Atase Perdagangan Washington D.C Ranitya Kusumadewi mendorong otorisasi pembaruan GSP yang telah habis masa berlakunya pada 31 Desember 2020.
GSP adalah program preferensi pembebasan tarif bea masuk yang diterapkan secara unilateral oleh AS kepada negara berkembang, termasuk Indonesia.
Setelah melalui proses peninjauan ulang sejak 2018, pemerintah AS melalui United States Trade Representative (USTR) telah memutuskan untuk memperpanjang pemberian GSP kepada Indonesia.
Namun sejak keputusan tersebut, penerapan GSP untuk Indonesia dan sejumlah negara penerima GSP tertunda menunggu persetujuan proses otorisasi GSP dari Parlemen AS.
Sebagai dampaknya selama lebih dari tiga tahun, para pelaku usaha diharuskan membayar bea masuk untuk produk-produk GSP. Meski demikian, bea masuk tersebut bersifat retroaktif atau akan dikembalikan setelah GSP diotorisasi.
"Tertundanya penerapan GSP selama tiga tahun ini tidak hanya berdampak terhadap eksportir Indonesia, tetapi juga konsumen dan pelaku usaha AS yang membutuhkan sumber alternatif dalam rantai pasoknya," ujar Ranitya dalam siaran pers, Kamis (29/2/2024).
Pembahasan otorisasi GSP saat ini berada di Parlemen dengan sejumlah isu yang mencuat, seperti kriteria eligibilitas negara penerima GSP, ketentuan asal barang, serta cakupan dan batasan jumlah produk.
Pada 2023, Indonesia merupakan negara penerima manfaat GSP terbesar dengan nilai ekspor US$3,56 miliar. Negara penerima berikutnya yaitu Thailand (US$3,1 miliar), Kamboja (US$2,9 miliar), Brazil (US$2,5 miliar), dan Filipina (US$1,8 miliar).
Berdasarkan data United States International Trade Commission (USITC), ekspor Indonesia tersebut mencapai 12% dari total ekspor Indonesia ke AS pada 2023.
Pembebasan bea masuk di bawah GSP diberikan kepada 3.572 pos tarif yang meliputi produk pertanian, tekstil, garmen, produk manufaktur, matras, furnitur, karet, tas, kimia, dan perhiasan. Adapun tiga produk Indonesia ekspor tertinggi (kode HS 4 digit) yang memanfaatkan fasilitas GSP antara lain adalah travel goods (US$619 juta), mesin dan elektronik (US$357 juta), matras (US$297 juta).
China memberlakukan tarif baru pada sejumlah produk Amerika Serikat (AS) beberapa saat setelah Presiden Donald Trump mengenakan tarif 10% pada barang-barang dari Beijing. Berikut ini adalah versi terjemahan dari pernyataan China.
Pada 1 Februari 2025, Pemerintah AS mengumumkan akan memberlakukan tarif 10% pada semua barang China yang diekspor ke AS atas dasar fentanil dan isu-isu lainnya.
Kenaikan tarif sepihak oleh AS secara serius melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Hal ini bukan hanya, tidak membantu menyelesaikan masalah AS sendiri, tetapi juga merusak kerja sama ekonomi dan perdagangan normal antara China dan AS.
Menurut Undang-Undang (UU) Tarif, UU Kepabeanan, dan UU Perdagangan Luar Negeri Republik Rakyat China, juga UU dan peraturan lainnya, serta prinsip-prinsip dasar hukum internasional, atas persetujuan Dewan Negara, mulai 10 Februari 2025, tarif tambahan akan diberlakukan pada beberapa barang impor yang berasal dari AS.
Berikut hal-hal terkait pembalasan tarif oleh China ke AS:
1. Tarif sebesar 15% akan dikenakan pada batu bara dan gas alam cair. Kisaran barang-barang tertentu ditunjukkan pada Lampiran 1.
2. Tarif sebesar 10% akan dikenakan pada minyak mentah, mesin pertanian, mobil berkapasitas besar, dan truk pikap. Kisaran barang-barang tertentu ditunjukkan pada Lampiran 2.
3. Untuk barang-barang impor yang tercantum dalam lampiran yang berasal dari AS, tarif yang sesuai akan dikenakan berdasarkan tarif yang berlaku saat ini. Kebijakan pengurangan dan pembebasan pajak dan obligasi saat ini tetap tidak berubah, dan tarif tambahan tidak akan dikurangi atau dibebaskan.
(lav)