Pengamat Perumahan sekaligus Konsultan Properti, Anton Sitorus pesimistis program tersebut akan benar-benar terealisasi seutuhnya. Alasannya, hingga melewati 100 hari kabinet berjalan, peta jalan hingga rancangan program 3 juta rumah sangat terburu-buru.
"Saya pesimistis program ini akan bisa berjalan dengan sesuai targetnya," kata Anton saat dihubungi Bloomberg Technoz, akhir pekan lalu.
Anton menilai perencanaan hingga metode yang digunakan program ini sejak awal dicanangkan tidak benar-benar diperhitungkan dengan matang. Kesimpulannya, dia menilai program ini tidak masuk akal.
Secara teknis, kata dia, hitungan program ini tidak akan dapat dilakukan hanya dalam kurun 1 tahun saja, seperti yang sudah dilakukan oleh pendahulunya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Pada saat itu, Jokowi juga menginisiasi program 1 juta rumah per tahun. Namun, program tersebut tidak pernah memenuhi target yang dicanangkan.
"Jadi, makanya saya bilang, dari konsep, perencanaan, atau metodenya ini, menurut saya, hanya gimik saja, gitu. Biasalah, pemerintahan baru kan selalu janji-janji yang pada kedudukannya nggak akan bisa terlaksana," kata Anton.
Penuh Tantangan
Senada dengan Anton, Pengamat Properti Colliers Aleviery Akbar juga pesimistis program tersebut sangat sulit dicapai. Kembali lagi, berkaca pada era Jokowi.
"Ini program yang sangat baik untuk didukung. Akan tetapi, tidak bisa hanya menggaungkan optimisme semata saja, yang diperlukan realisasinya," kata Aliviery.
Aliviery mengatakan untuk menilai baik dan buruknya program ini tepatnya akan dilakukan ketika program berjalan dalam kurun 1 hingga 2 tahun mendatang.
Pasalnya, kata dia, selama kinerja 100 hari Kementerian PKP, yang notabene juga sebagai kementerian yang baru dibentuk pada Era Prabowo, kementerian tersebut masih berkutat pada pembenahan internal organisasi.
"Dari pernyataan Pak Menteri dengan beberapa program yang dikemukakan, kita masih menunggu realisasinya dan baru bisa dinilai pada 1-2 tahun mendatang," tutur Aliviery.
Berkaca pada data
Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada saat itu, Jokowi berhasil membangun rumah pada 2015 sebanyak 699.770 unit. Kemudian, 2016 sebanyak 805.169 unit, yang masih belum mencapai 1 juta.
Sementara itu, pada 2017 kemudian bertumbuh menjadi sebanyak 904,758 unit; 2018 (1.132.621 unit); 2019 (1.257.852 unit; 2020 (965.217 unit); 2021 (1.105.707 unit); 2022 (1.117.491 unit); 2023 (1.217.794 unit).
Pada akhir masa jabatannya 2024 hingga Oktober, Jokowi juga mencatatkan pembangunan rumah mencapai 947.485 unit.
Anton mengingatkan, merujuk data di atas, satu hal yang tak bisa dimungkiri bahwa akumulasi angka-angka tersebut pun tak murni merupakan program yang digelontorkan oleh pemerintah melalui kucuran APBN. Ada peran yang berasal dari swasta hingga swadaya masyarakat.
"Pembangunan swadaya masyarakat yang persentasenya bisa sampai 60-80%," kata Anton.
"Jadi bisa dibayangkan, dari 1 juta rumah kalau 60-80% itu dibangun sama swadaya masyarakat, yang bisa dibangun sama pemerintah paling berapa? paling 30-40% artinya apa dari 1 juta? hanya [sekitar] 300-400 ribu itu 10 tahun."
Gunakan Lahan Eks Koruptor Hingga Aset BUMN, Mampu?
Menteri PKP Maruarar Sirait mengatakan program pembangunan 3 juta rumah tersebut akan memanfaatkan lahan milik negara, sitaan kasus korupsi, aset Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), hingga aset perusahaan pelat merah.
Jika pemerintah benar-benar mampu merealisasikan dan memaksimalkan sejumlah lahan tersebut, Aliviery cukup optimistis program itu dapat tercapai.
"Jika hal tersebut benar bisa dilaksanakan, bukan hal yang mustahil bisa terwujud," kata dia.
Berbeda dengannya, Anton justru kembali menilai penggunaan lahan sitaan koruptor hingga aset negara untuk membangun rumah akan sulit dilaksanakan.
Dia menyoroti penggunaan lahan sitaan negara nantinya akan tetap memakan waktu lama. Alasannya: birokrasi pemerintahan yang sangat berbelit.
"Memang tanah negara gampang asal begitu aja bisa dibangun perumahan rakyat? Yang punya tanah negara itu ada macam-macam; ada Sekretariat Negara, ada departemen-departemen," tutur Anton.
"Memang gampang mengubah kepemilikan dari sekretariat negara atau dari departemen itu menjadi nantinya buat perumahan rakyat? Lalu statusnya bagaimana? Itu kan njelimet."
Klaim 3 Bulan Bangun 40 Ribu Rumah
Menteri PKP Maruarar Sirait sebelumnya mengeklaim bahwa pemerintah sudah berhasil membangun sebanyak 40.000 rumah sejak 20 Oktober 2024 hingga 5 Januari 2025, atau hanya dalam waktu kurang dari 3 bulan.
Hanya saja, saat dikonfirmasi, klaim tersebut berasal dari data Bangan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat atau BP Tapera.
"Iya benar, [40 ribu rumah] itu sudah dibangun sejak Oktober 2024. Ada dari BP Tapera," ujar Ara, sapaan akrabnya ditemui di Jakarta, Kamis (16/1/2025) lalu.
Melalui data tersebut, Ara menjelaskan realisasi pembangunan rumah selama kurun waktu kurang dari 3 bulan tersebut mencapai 66.349 unit.
Hanya saja, Ara tidak menjawab sebaran pembangunan rumah tersebut berada di wilayah mana saja. Dia hanya memastikan kalau total tersebut juga bagian dari program 3 juta rumah Presiden Prabowo.
"Kalau hanya ngomong-ngomong kan gampang, ya kan?," kata Anton, sekaligus mempertanyakan di lokasi mana saja total sebaran rumah yang telah dibangun tersebut.
"Jadi kalau ditanya bagaimana pencapaiannya, saya nggak tahu, nggak pernah dengar ada berita apa-apa kok. Yang ada kan cuma berita seremoni sana, seremoni sini."
Saat dikonfirmasi terpisah, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho pun juga masih belum memerinci sebaran pembangun rumah tersebut. Hanya saja, sebaran tersebut sesuai dengan realisasi Bank Penyalur di 32 Provinsi dan 354 Kabupaten/Kota.
"Rinciannya seperti itu, saya kira sudah jelas ya," ujar Heru kepada Bloomberg Technoz.
Bantuan Konglomerat Hingga Investasi Qatar
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengucurkan anggaran periode 2025 sebesar Rp5,27 triliun kepada Kementerian PKP. Pengamat Properti Anton Sitorus menilai hal ini hanyalah gimik semata.
Selain dana Kementerian, Menkeu Sri Mulyani juga telah menggelontorkan dana pembiayaan perumahaan melalui berbagai skema fasilitas dengan total mencapai Rp35 triliun, di antaranya adalah sebagai berikut.
- Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) mencapai Rp28,1 triliun untuk 220.00 unit rumah
- Subsidi Selisih Bunga (SSB) Rp4,52 triliun untuk 743.940 unit rumah
- Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) Rp980 miliar untuk 240.000 unit rumah, dan;
- Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) Rp1,8 triliun untuk 14.200 unit rumah
Selain itu, pemerintah juga telah memberi insentif bebas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan mempersingkat waktu proses izin mendirikan bangunan (IMB) melalui penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri.
Ketiga Kementerian itu yakni Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, serta Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo di Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Pemerintah juga mengatakan telah menggandeng sejumlah konglomerat seperti Sugianto Kusuma atau Aguan, Prajogo Pangestu, Franky Oesman Widjaja, hingga Garibaldi 'Boy' Thohir.
"Dukungan dilaksanakannya ada dari Adaro Pak Boy, Pak Prajogo Pangestu, dari Pak Franky Sinar Mas, hingga Lawrence Barki [pemilik entitas] Harum Energi," kata Menteri PKP, November 2024.
Menteri PKP Maruarar Sirait juga secara pribadi telah menyumbang sebanyak 2,5 hektare (Ha) lahan di Tangerang untuk membangun 250 unit rumah gratis, dengan total biaya mencapai Rp60 miliar.
“Saya berikan 2,5 ha tanah saya di Tangerang [..] tanahnya milik perusahaan kami, nanti yang bangun perusahaan yang lain, Agung Sedayu [bangun] sama isinya,” kata Maruarar.
Tak Hanya pengusaha kawakan lokal, pemerintah sebelumnya juga telah menandatangani komitmen investasi dari sejumlah negara Timur Tengah untuk mendukung program 3 juta rumah Presiden Prabowo Subianto hingga mencapai 7 juta unit.
Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo memperkirakan nilai investasi total jumlah unit tersebut mencapai puluhan miliar dolar Amerika Serikat (US$), yang berasal dari Qatar dan Uni Emirat Arab.
"Nanti Tanggal 31 januari Insya Allah nanti disaksikan Presiden di Istana, dari Uni Emirat Arab [UEA], Prabowo sudah setuju. Dari Abu Dhabi nanti 1 juta rumah. Berarti itu 5-7 juta itu sudah hanya dari dua negara," ujar Hashim di Jakarta, Senin (20/1/2025) lalu.
Hashim mengelaborasi bahwa angka puluhan miliar US$ tersebut berasal dari hitungan nilai apartemen yang diperkirakan mencapai US$16-20/unit.
Kemudian, untuk rumah yang akan dibangun di kawasan perdesaan berkisar Rp75-100 juta, serta rumah di perkotaan di kisaran US$18-20 ribu.
Hanya saja, Qatar saat ini baru menandatangani komitmen investasi untuk bangun rumah sebanyak 1 juta unit pada awal Januari 2025 lalu.
Sebanyak 3,5 juta unit lainnya, kata Hashim, masih dalam bentuk rencana. Begitupun komitmen investasi dari UEA yang sebanyak 1 juta unit.
"Klaim ini tidak bisa kita anggap sebagai gimik semata sampai dengan kita bisa melihat langsung realisasinya," kata Pengamat Properti dari Colliers, Aliviery Akbar.
"Untuk itu, kita harus mendorong pemerintah untuk membuat peraturan yang berkelanjutan untuk investor sehingga bisa terlindungi dari perubahan akan tapi juga tidak merugikan rakyatnya."
(ain)






























