Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjabarkan sederet kendala yang membuat pemerintah hingga kini belum juga berhasil melakukan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Bahlil menegaskan, pada dasarnya, pemerintah tetap berkomitmen melakukan pensiun dini terhadap PLTU yang menggunakan energi batu bara, asalkan ada pendanaannya. Menurutnya, penghentian opersional seluruh PLTU batu bara membutuhkan biaya besar.

“Kalau ditanya Menteri ESDM atau negara mau pensiunkan [PLTU]; mau. Catatannya, kasih cuannya, kasih uangnya, enggak boleh bunga mahal, pinjaman jangka panjang dengan harga sampai ke rakyat yang murah,” kata Bahlil di kantornya, Senin (3/2/2025).

Menurut perhitungan Bahlil, harga listrik dari PLTU batu bara adalah sekitar US$5 sen/kWh. Sebagai perbandingan, harga listrik dari pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) sekitar US$10 sen/MMBtu.

PLTU Sintang. (Dok. PLN)

Dia mencontohkan per 1 GW kapasitas listrik memiliki tingkat kemahalan setara dengan Rp6 triliun dalam satu tahun. Dengan demikian, ketika PLTU dialihkan menjadi PLTG, per 1 GW selama 10 tahun angkan menghasilkan tingkat kemahalan Rp72 triliun.

“Kalau 10 GW sama dengan 10.000 MW. Itu artinya selama 10 tahun, Rp720 triliun dibagi 10 berapa? Rp72 [tirliun]. Kalau kali 10 MW? Itu kira-kira,” tutur Bahlil.

“Kalau kita berubah langsung sekarang dari PLTU ke gas, per tahun 10 GW itu sama dengan tingkat kemahalannya Rp72 triliun. Dan pemakaian gas kita, 1 GW [membutuhkan] 25 kargo [LNG], kalau 10 GW berarti 250 kargo.”

Kesulitan Gas

Bahlil mengisyaratkan sumber daya gas yang ada di Tanah Air akan sulit digunakan untuk pembangkit listrik. Hal ini karena sumber energi mayoritas di RI yakni air, batu bara, angin, dan listrik.

Hingga saat ini, kata dia, pemerintah berencana menghentikan PLTU Cirebon 1 dengan pinjaman berasal dari Asian Development Bank (ADB). Pembangkit tersebut memiliki kapasitas 660 MW dan akan dipensiunkan tujuh tahun lebih awal dari yang seharusnya.

"Ini sekarang sudah mulai jalan [proses pensiun dini], [dana] ADB ya, kayak begini-begini, paten punya," tambah Bahlil.

Terkait dengan pelaksanaan pensiun dini PLTU, Bahlil menuturkan terdapat dua syarat yang harus dipenuhi. Pertama, adanya lembaga yang telah jelas membiayai, sehingga secara ekonomi tidak membebani negara. Kedua, tidak membebankan negara, PT PLN (Persero), hingga masyarakat. 

“Kalau ada yang membiayai murah begini, alhamdulillah," imbuhnya.

Bahlil juga menyinggung ihwal sejumlah lembaga pembiayaan yang hingga  kini tak kunjung memberikan pendanaan kepada Indonesia untuk mendukung pensiun dini PLTU.

"Jadi, saya mau tanya lembaga mana yang membiayai kita kalau kita mempensiunkan sekarang? Ini dilematis sekali. Bila perlu kita pensiunkan semua, yang penting ada yang membiayai dong," tegasnya.

Grafik Penambahan PLTU captive di Indonesia dari tahun ke tahun (Bloomberg Technoz/Asfahan)

Dalam paparannya, Bahlil menyebut untuk pengganti PLTU Cirebon yang akan dipensiunkan, pemerintah menyiapkan empat pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT).

Keempatnya adalah pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 346 MW, PLTS + BESS 770 MW, pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) sebesar 1.000 MW, dan PLTSa sebesar 12 MW.

Adapun, manfaat ekonomi pensiun dini PLTU Cirebon-1 lewat pembangunan EBT dapat membuka 39.707 lapangan kerja dengan potensi investasi US$198 juta atau setara Rp3,25 triliun.

(mfd/wdh)

No more pages