"Jika terjadi bug atau gangguan teknis dalam proses ini, data yang disajikan bisa menjadi tidak akurat atau bahkan menyesatkan," kata dia. "Selain itu, Google mengambil data nilai tukar dari berbagai sumber eksternal, termasuk lembaga keuangan, penyedia data ekonomi, dan pasar valuta asing."
Untuk memastikan informasi nilai tukar yang benar, ia pun menyarankan kepada masyarakat atau pengguna tidak hanya mengandalkan Google sebagai satu-satunya referensi penyedia data layanan nilai tukar kurs.
Pengguna bisa mengecek juga dari sumber resmi seperti Bank Indonesia, lembaga keuangan besar, atau layanan keuangan terpercaya seperti Bloomberg, Reuters, dan OANDA, yang dipastikan akan memberikan gambaran yang lebih akurat.
"Google telah menjadi acuan utama bagi banyak orang dalam mencari informasi finansial, termasuk kurs mata uang. Ketika data yang ditampilkan tidak akurat dan berlangsung dalam waktu yang lama tanpa koreksi, hal ini dapat menimbulkan kebingungan, keresahan, bahkan kegaduhan di tengah masyarakat," kata dia.
"Di tengah ketidakpastian digital, kehati-hatian dalam memverifikasi informasi adalah langkah penting dalam pengambilan keputusan finansial yang lebih baik.
(ibn/spt)