Para komandan Ukraina mengesampingkan ekspektasi dan meminta tambahan pasokan senjata, termasuk pertahanan udara dan misil jarak jauh.
“Tidak ada yang percaya bahwa pasukan sudah memadai untuk melakukan hal yang diperkirakan. Ini adalah sifat alami militer,” kata Mark Cancian, mantan Kolonel Marinir AS yang saat ini menjadi penasihat di Center for Strategic and International Studies.
Dalam pidato saat parade Hari Kemenangan, Presiden Rusia Vladimir Putin berjanji untuk memenangkan “perang yang sesungguhnya” dan menyebut Barat sedang menantang Rusia. Saat serangannya tidak berjalan sesuai rencana, Putin masih menjanjikan kemenangan.
Bagi Ukraina, apa yang terjadi selanjutnya akan ditentukan oleh faktor di luar perlengkapan. Antara lain pelatihan, intelijen, dan bagaimana caranya terus menahan serangan udara Rusia, kata para analis militer.
Jika Ukraina hanya berhasil merebut kemenangan kecil, seperti pasukan Rusia di Kota Bakhmut, maka akan menjadi stagnasi dan tekanan bagi Kyiv untuk menyerah dalam hal merebut kembali wilayahnya dan bersiap untuk negosiasi.
Di mata publik, sekutu Ukraina tetap memperkirakan ada terobosan.
Komandan Darat Ukraina Kolonel Jenderal Oleksandr Syrskyi menyebut dalam unggahan di Telegram bahwa Rusia sudah menarik mundur pasukan hingga 2 km di daerah konflik di timur Kota Bahkmut. Jika terkonfirmasi, maka akan menghapus kemenangan Wagner.
“Saya yakin mereka (Ukraina) akan berhasil merebut kembali wilayahnya,” tegas Antony Blinken, Menteri Luar Negeri AS, pekan lalu.
Norwegia menghibahkan 4 unit tank pembangun jembatan pada Februari lalu. AS mengirim 2 paket bantuan lagi bulan ini.
Pada 3 Mei, AS mengirim persenjataan senilai US$ 300 juta (Rp 4,42 triliun). Paket lainnya bernilai US$ 1,2 miliar (Rp 17,69 triliun) diumumkan Selasa pekan ini.
“Kombinasi senjata ibarat Formula 1 dalam operasi militer,” ujar Franz-Stefan Gady, Consulting Senior Fellow di International Institute for Strategic Studies yang berbasis di London.
Konsep kombinasi persenjataan berawal pada Perang Dunia I, kala komandan menggunakan kombinasi barak artileri, dukungan udara, tank, dan infanteri untuk mendobrak stagnasi saat pertempuran parit.
Metode ini disempurnakan pada Perang Dunia II dan saat Perang Dingin.
AS mungkin satu-satunya kekuatan Barat yang saat ini siap dan terlatih untuk operasi kombinasi senjata dalam skala yang dibutuhkan Ukraina, kata Gady. Washington telah menyediakan pelatihan dan teknologi kepada pasukan Ukraina.
Sistem AS lebih maju dibandingkan Ukraina, yang menggunakan teknologi warisan Uni Soviet. Sistem ini mampu terhubung dengan sensor dan sistem pertahanan udara.
Ini juga akan membantu jet tempur Ukraina yang sudah tua dalam melindungi pasukan di darat karena bisa melancarkan serangan dari jarak jauh.
Ini menjadi penting karena jet Rusia “mulai mencoba senjata baru saat pertahanan udara Ukraina mulai mengalami masalah,” kata Gustaf Gressel, mantan pejabat Kementerian Pertahanan Austria yang saat ini menjabat sebagai Senior Policy Fellow di European Council on Foreign Relations yang berkedudukan di Brussels.
Kekhawatiran datang di dalam dan luar Ukraina karena sistem pertahanan udara mereka mulai kehabisan misil. Para pemimpin Ukraina meminta bantuan pesawat tempur modern dan misil jarak jauh yang sampai saat ini Washington belum mengirimkan.
Pertanyaan yang juga belum terjawab adalah apakah Rusia punya pasukan yang cukup setelah musim dingin. Jika tidak, maka mereka harus bisa menebak dari mana Ukraina akan menyerang.
Jika bisa, maka pasukan Ukraina akan kesulitan untuk menerobos seperti di Kherson tahun lalu. Hanya pertempuran sengit dan gangguan pasokan yang membuat Rusia mundur.
Jumlah pasukan dan perlengkapan menjadi kunci jika Ukraina ingin menembus garis depan. Pasukan cadangan juga dibutuhkan.
Dengan perkiraan 700.000 orang pasukan, Ukraina sudah mempersenjatai 3 brigade dengan tank premium milik NATO, kata Gressel. Enam unit lain, yang terdiri dari 5.000 pasukan, dibekali dengan perlengkapan warisan era Soviet.
Donasi membuat stok persenjataan di negara-negara Eropa menipis, untuk perang terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II. Pemerintah negara-negara Eropa berkomitmen untuk memproduksi lebih banyak amunisi, tetapi apakah bisa selesai tepat waktu menjadi pertanyaan.
(bbn)