Penurunan bunga SRBI untuk kesekian kali tersebut, memperkuat ekspektasi akan terjadinya penurunan bunga acuan BI rate ke depan, setelah keputusan mengejutkan pada 15 Januari lalu.

Lelang hari ini digelar di tengah tekanan pelemahan nilai tukar rupiah dan pergerakan imbal hasil surat utang negara yang kembali naik setelah mencatat penurunan pada pekan lalu.
Tingkat animo dalam lelang SRBI hari ini, tercatat lebih kecil dibanding lelang pekan sebelumnya. Mengacu dokumen lelang, nilai incoming bids yang masuk dalam lelang SRBI tercatat sebesar Rp54,83 triliun.
Angka itu anjlok hingga 47% dibanding lelang pekan lalu yang mencapai minat lebih dari Rp100 triliun.
SRBI tenor terpanjang yaitu 12 bulan masih jadi yang terbanyak diminati, dengan incoming bids mencapai Rp43,16 triliun. Disusul oleh SRBI tenor terpendek 6 bulan hingga Rp8,13 triliun dan SRBI 9 bulan sebanyak Rp3,53 triliun.
Minat yang mengecil itu tercatat dibarengi oleh penawaran yield dari investor yang lebih kecil ketimbang lelang sebelumnya.
Untuk SRBI tenor terbanyak diminati misalnya, rata-rata penawaran yield masuk dari investor tercatat sebesar 6,788%, lebih rendah dibanding lelang sebelumnya 6,892%.
Penurunan bidding rate itu sepertinya tidak bisa dilepaskan dari ekspektasi penurunan BI rate lebih lanjut ke depan, seperti beberapa kali disinyalkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dalam berbagai kesempatan.
Selain itu, di pasar obligasi negara sekunder, yield juga mencatat tren penurunan. Yield 2Y yang sensitif terhadap kebijakan bunga acuan, misalnya, dalam sebulan terakhir sudah terpangkas sekitar 25 basis poin.
Begitu juga tenor menengah 5Y yang sudah turun sekitar 20 basis poin dan 10Y dengan penurunan lebih kecil sekitar 6,5 basis poin.
Menilik minat lelang yang lebih kecil di pekan pendek ini, BI akhirnya juga hanya menjual SRBI sebesar Rp15 triliun, lebih kecil dibanding lelang sebelumnya yang mencapai Rp25 triliun.
Bila menghitung selama Januari, total penjualan SRBI oleh bank sentral mencapai Rp85 triliun dalam lima kali lelang.
Selama tahun 2025, berdasarkan data setelmen hingga 23 Januari lalu, seperti dilaporkan oleh BI, investor asing mencatat posisi net buy di SRBI senilai Rp2,95 triliun.

Ruang Penurunan BI Rate
Dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada Jumat pekan lalu, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, masih mencermati peluang penurunan BI Rate lebih lanjut setelah pertengahan bulan ini memangkas 25 basis poin menjadi 5,75%.
Ruang penurunan yang dimaksud akan bergantung pada gerak inflasi domestik ke depan yang diperkirakan masih akan rendah dan target pertumbuhan ekonomi. Namun, Perry juga menyebut, perkembangan nilai tukar rupiah akan tetap dicermati.
“Kami melihat perkiraan inflasi ke depan rendah misalnya inflasi IHK pada akhir tahun kami perkirakan sekitar 2,7%. Bahkan inflasi inti juga rendah 2,6%, dari pertimbangan ini kenapa ruang penurunan suku bunga terbuka,” kata Perry dalam konferensi pers KSSK, Jumat (24/1/2025).
Perry bilang, aspek inflasi dan pertumbuhan ekonomi sejauh ini sudah menunjukkan kemungkinan BI untuk dapat memangkas suku bunga acuan lebih lanjut. Namun, pelemahan nilai tukar rupiah masih jadi variabel penahan.
“Tinggal masalahnya, masalah stabilitas nilai tukar kenapa yang kami sampaikan dinamika global dan domestik. Kami akan lihat bagaimana nilai tukar ke depan,” kata Perry.
Badan Pusat Statistik dijadwalkan merilis data inflasi Tanah Air periode Januari pada Senin pekan depan. Berdasarkan konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg hingga Jumat siang, inflasi pada Januari diperkirakan naik sebesar 0,35% month-on-month (MoM).
Jika prediksi itu terpenuhi, artinya terjadi perlambatan laju indeks harga karena pada Desember lalu inflasi MoM tercatat 0,44%.
Adapun secara tahunan, inflasi bulan Januari diprediksi terakselerasi. Konsensus Bloomberg yang melibatkan 18 institusi menghasilkan median proyeksi inflasi Januari sebesar 1,87% YoY. Angka perkiraan itu lebih tinggi dibanding bulan Desember di mana inflasi tahunan tercatat 1,57%.
Sementara inflasi inti, yang bisa menjadi cerminan tingkat permintaan (daya beli) dalam perekonomian, diperkirakan bergerak sedikit menjadi 2,29% YoY pada Januari ini. Sedikit lebih tinggi dibanding bulan Desember yang sebesar 2,26% YoY.
Namun, secara historis, tingkat inflasi inti di kisaran 2,2% itu terbilang masih rendah, mengindikasikan daya beli masyarakat masih lemah.
(rui/aji)