Adapun, menurut Roy, pokok pembicaraan dalam rapat hari ini adalah kepastian kapan legal opinion dari Kejaksaan Agung akan selesai dan diserahkan kepada Kemendag.
“Kali ini kami harus menunggu waktunya Kejaksaan Agung untuk memberikan legal opinion, bukan waktunya Kemendag lagi. Nah, legal opinion itu yang nantinya akan digunakan Kemendag untuk meminta kepada BPDPKS membayarkan [utang rafaksi minyak goreng] ke produsen, untuk kemudian diberikan ke peritel. Pertanyaannya adalah, kapan legal opinion itu selesai?” tuturnya.
Roy mengatakan ketidakpastian terkait dengan keputusan Kejagung membuat nasib peritel dalam isu ini kian terkatung-katung. Terlebih, setelah proses dari Kejagung selesai, masih banyak proses panjang yang harus dilalui sebelum dana Rp344,15 miliar tersebut bisa dicairkan.
Proses itu pun akan berbeda-beda, tergantung keputusan legal opinion Kejagung, apakah tunggakan tersebut dapat dibayarkan atau tidak.
“Kalau [keputusan Kejagung adalah] tidak dibayar, itu akan ada langkah-langkah selanjutnya yang kami akan perjuangkan lagi. Sebab, pemberi tugas [kebijakan minyak goreng satu harga] –dalam hal ini pemerintah– membuat rugi pelaku usaha, padahal pengusaha sedang berusaha meningkatkan produktivitasnya untuk terus mendukung kegiatan perdagangan supaya ekonomi kita bertumbuh dan maju,” jelas Roy.
Dia menyebut respons Kemendag terkait dengan kegelisahan peritel adalah tetap meminta agar pelaku usaha mengikuti proses hukum yang sedang berlangsung dan menanti hasil legal opinion dari Kejagung. Kemendag pun mengeklaim proses di Kejagung sudah mengalami kemajuan, tanpa mendetailkan lebih lanjut.
“Ya artinya, jawaban [Kemendag] sama dengan yang kami dapatkan pada pertemuan pekan lalu,” tuturnya.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan optimistis isu tunggakan rafaksi minyak goreng senilai Rp344,15 miliar kepada 31 perusahaan ritel modern akan dapat dituntaskan sebelum Agustus 2023.
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengatakan, pada dasarnya, otoritas perdagangan memiliki misi yang sama dengan pengusaha ritel modern untuk segera melunasi tunggakan yang berasal dari selisih harga minyak goreng dalam kebijakan satu harga yang dijalankan pada 19—31 Januari 2022.
“Kemendag siap untuk berkomunikasi dan saya yakin akan ada titik temunya sebelum Agustus. Kan ini masih ada Mei, Juni, Juli. Sebelum itu bisa lah selesai,” kata Jerry saat ditemui, Senin (8/5/2023).
Jerry mengklarifikasi bahwa pertemuan antara Kemendag dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) pekan lalu adalah untuk membuka ruang dialog antara pengusaha dan Ditjen Perdagangan Dalam Negeri terkait dengan kasus rafaksi tersebut.
“Mudah-mudahan ini ada titik temunya, karena ini kan tidak hanya berkaitan dengan Aprindo atau pengusaha ritel saja, tetapi juga BPDPKS [Badan Penglola Dana Perkebunan Kelapa Sawit], karena nanti kan yang bayar mereka,” jelas Jerry.
(wdh)