Logo Bloomberg Technoz

“Nah, produsen [minyak goreng] mengatakan bahwa, ya kalau talangan itu terlalu repot. Urusannya terlalu banyak karena perlu meminta persetujuan kepada korporasi, kemudian juga data-datanya harus disinkronkan antara data peritel dan data produsen, dan seterusnya. Jadi [opsi] talangan memang itu menjadi suatu hal yang tidak mudah,” jelasnya.

Di sisi lain, perwakilan perusahaan produsen minyak goreng tidak merespons permintaan tanggapan dari awak media terkait dengan opsi dana talangan tersebut, beserta pembahasan utang rafaksi bersama Kemendag dan Aprindo. 

"Nanti biar dijelasin Dirjen [Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim]," ujar salah satu perwakilan produsen minyak goreng yang hadir dalam pertemuan tersebut, menolak untuk disebutkan namanya.

Transparansi Verifikasi Surveyor

Di tengah kebuntuan mengenai solusi pelunasan utang rafaksi tersebut, pertemuan ditutup pada pembahasan soal menanti keputusan legal opinion dari Kejaksaan Agung, serta penyelesaian verifikasi data oleh Sucofindo.

Dalam kaitan itu, para peritel mendesak Kemendag agar proses verifikasi dan perhitungan data antara peritel modern dan produsen minyak goreng dapat dibuka secara transparan agar kedua pihak dapat melihat hasil verifikasi secara objektif.

“Karena ada indikasi hasil verifikasinya itu tidak sama nilainya dengan nilai [utang rafaksi] yang sudah kami sampaikan [yaitu sejumlah Rp344,15 miliar]. Nah, ini kan menimbulkan pertanyaan. Peritel akan melihat bahwa memang kami akan rugi jadinya. Ini harus kami pertanggungjawabkan kepada anggota kami, sehingga kami minta agar verifikasi itu dapat dibuka secara transparan,” tutur Roy. 

Ilustrasi penjualan minyak goreng. (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)


Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memperkirakan kerugian akibat kebijakan minyak goreng satu harga yang diterapkan Kementerian Perdagangan pada awal 2022 mencapai sekitar Rp1,1 triliun.

Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamenggala menjelaskan kerugian yang diakibatkan oleh kebijakan minyak goreng satu harga sebenarnya lebih dari Rp344,15 miliar, sebagaimana diklaim oleh Aprindo.

Sebab, tidak hanya pengusaha ritel modern, produsen minyak goreng sebenarnya juga ikut menanggung kerugian dari kebijakan tersebut dan nilainya jauh lebih besar.

“Itu kan kerugiannya tidak sedikit. Berdasarkan data Aprindo, kebijakan yang hanya sebulan saja itu sudah mencapai Rp344 miliar. Itu dari sisi Aprindo, belum lagi dari sisi produsen minyak goreng kemasan yang diperkirakan mencapai Rp700 miliar,” ujarnya, Rabu (10/5/2023).

Apabila ditotal, lanjutnya, maka total kerugian yang diakibatkan oleh kebijakan minyak goreng satu harga pada Januari 2022 bisa mencapai Rp1,1 triliun.

Namun, total kerugian tersebut masih berupa perkiraan yang nominalnya bisa berubah apabila ada laporan terbaru dari pihak-pihak terkait.

“Kebijakan ini akan sangat berbahaya jika pemerintah tidak menepatinya. Di sisi lain trust pelaku usaha kepada pemerintah harus dijaga. Karena merekalah di lapangan mengalami sendiri, menghadapi apa yang terjadi selama pelaksanaan itu terjadi,” tegasnya.

Persoalan utang rafaksi minyak goreng tersebut berawal dari melambungnya harga minyak goreng di pasaran pada Januari 2022.

Saat itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi akhirnya menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 3/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada 19 Januari 2022.

"Permendag itu kan menghendaki adanya pemenuhan kebutuhan minyak goreng dengan satu harga. Ketika itu ada juga kebijakan yang ditetapkan yakni harga acuan keekonomian [HAK] dan harga eceran tertinggi [HET]. Pada saat itu HAK minyak goreng Rp 17.260 per liter dan HET Rp 14.000 per liter," papar Komisioner KPPU Chandra Setiawan. 

Melalui beleid tersebut, Kemendag menugaskan peritel modern yang berada di bawah naungan Aprindo untuk menjual minyak goreng dengan harga sesuai ketentuan HET, yakni Rp14.000/liter sepanjang 19—31 Januari 2022.

(wdh)

No more pages