“Perbedaan atau gap suhu muka air laut inilah mengakibatkan terjadinya peningkatan curah hujan sampai dengan 20%,” ujar dia.
Penyebab kedua, kata Dwikorita, terjadinya Angin Monsun Asia pada awal November 2024 yang kini mulai masuk ke wilayah Indonesia. Angin ini membawa uap air dari Samudera Hindia ke Asia Tenggara. Diperkirakan gumpalan uap air yang dibawa akan sampai puncaknya pada Februari 2025.
“Jadi bentukan awan awan hujan yang intensif, sehingga terjadilah musim hujan di Indonesia. Kali ini, terutama di wilayah jawa bagian utara, termasuk Jakarta," kata dia.
"Ini sedang mencapai puncaknya di bulan Januari akan berlangsung sampai Februari puncaknya.”
Ketiga, ujar Dwikorita, BMKG mencatat curah hujan tinggi yang dipicu adanya udara dingin dari dataran Siberia yang memasuki wilayah Indonesia bagian Barat. Menurut dia, angin atau seruak udara dingin (cold surge) tersebut kini sudah mencapai wilayah Bangka Belitung dan akan segera tiba pada Pulau Jawa bagian Barat.
Keempat, pemicu tingginya curah hujan di wilayah ibu kota akibat fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), yaitu sekumpulan awan hujan yang bergerak dari Samudera Hindia di sepanjang garis khatulistiwa. Sekumpulan awan hujan aktif tersebut kini juga telah memasuki wilayah Jawa bagian barat.
Terakhir, Dwikorita mengatakan, ada Gelombang Kelvin dan Rossby, yaitu gelombang atmosfer yang terjadi di bagian ekuator. Gelombang tersebut juga menyebabkan terjadinya curah hujan yang tinggi.
“Semua fenomena ini terjadi bersamaan sehingga curah hujannya menjadi meningkat hingga lebat, sangat lebat, ada yang ekstrim," ujar dia.
Dwikorita juga mengatakan sebelumnya BMKG memang sudah memprediksi akan terjadi curah hujan yang tinggi di wilayah Jakarta pada awal Desember 2024. Pada saat itu, Pemprov langsung merespon dengan melakukan operasi modifikasi cuaca.
Usai itu, BMKG juga mengeluarkan peringatan soal potensi hujan lebat pada 27-30 Januari 2025.
(fik/frg)






























