Yoshiaki Nohara – Bloomberg News
Bloomberg, Presiden Bank Dunia David Malpass mengungkapkan pembuat kebijakan G-7 harus mengakui urgensi untuk mengatasi masalah utang di negara-negara berkembang dan membahas cara-cara agar lebih transparan mengenai utang.
“Apa yang saya harap dapat didiskusikan di G-7 tentang utang adalah urgensi untuk menyelesaikan restrukturisasi, pertumbuhan yang lambat di negara-negara berkembang memiliki konsekuensi berdampak di seluruh dunia dalam hal penderitaan manusia, dalam arus migrasi,” kata Malpass.
Kreditur negara dan swasta telah mencoba mencari jalan tengah pada negara-negara peminjam yang kesulitan seperti Sri Lanka, Zambia, Ethiopia, dan Ghana. Lebih dari 70 negara berpenghasilan rendah menghadapi beban utang kolektif sebesar US$326 miliar, dengan lebih dari setengahnya sudah atau hampir mengalami tekanan utang.

Topik tersebut kemungkinan akan dibahas pada pertemuan G-7. Pertemuan tahun ini mengundang perwakilan dari negara berkembang seperti India, Indonesia dan Brasil.
Malpass menambahkan bahwa Jepang, ketua G-7 tahun ini, telah bekerja sama dengan Bank Dunia untuk merestrukturisasi utang negara-negara berkembang, temuan itu akan menjadi bagian dari laporan transparansi dan rekonsiliasi utang yang akan dirilis Bank Dunia akhir pekan ini.
“Jepang aktif membantu rekonsiliasi, membantu prosesnya. Terbukti hal itu bisa dilakukan. Jadi kami berharap untuk melakukannya dengan lebih banyak lagi, dengan G-7 dan kemudian juga dengan G-20.” kata Malpass, yang akan mundur akhir bulan ini.
Malpass mengakui sulitnya mencapai konsensus tentang isu-isu global yang menantang di antara negara-negara G-20, termasuk Rusia dan China. Kelompok itu telah berjuang untuk menyepakati kata-kata tentang perang di Ukraina. Malpass mengkritik pendekatan China terhadap masalah utang.

Awal pekan ini, Jepang, Prancis, dan negara lain mengadakan pertemuan pertama tentang restrukturisasi utang Sri Lanka. China, pemberi pinjaman berdaulat terbesar untuk negara-negara miskin.
“Alangkah baiknya jika mereka menjadi peserta penuh dalam komite kreditur karena mereka adalah kreditur yang besar,” ujarnya.
Sementara itu, masa kesulitan keuangan kemungkinan akan berlanjut di negara-negara berkembang karena inflasi global dan bank sentral belum menstabilkan suku bunga mereka.
“Saya pikir masih banyak yang harus dilakukan beberapa bank sentral utama dalam hal menormalkan suku bunga mereka, dari sudut pandang negara berkembang, kami perkirakan akan terus ada tekanan keuangan yang besar dari tingkat suku bunga saat ini, juga dari pengurangan aliran modal ke negara berkembang” katanya.
(bbn)