Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Praswad Nugraha mendorong KPK untuk menjerat pasal tambahan pada Paulus Tannos setelah buronan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik tersebut mengganti nama dan mengubah kewarganegaraan.

Praswad menilai upaya Tannos tersebut dapat dikategorikan sebagai upaya menghalang-halangi penyidikan, yang bisa dijerat Pasal 21 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

“Tindakan Tannos yang berusaha kabur dan buron serta merubah status kewarganegaraan setelah melakukan tindak pidana di Indonesia adalah tindak pidana berlapis, selain tindak pidana pokoknya, yaitu korupsi E-KTP yang telah dilakukan olehnya,” kata Praswad dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (28/1/2025).

Terkait kewarganegaraan baru Tannos tersebut, Praswad menilai perbuatan tindak pidana korupsinya dilakukan ketika berstatus Warga Negara Indonesia (WNI) dan dilakukan di wilayah hukum Indonesia.

Dengan begitu menurutnya berlaku asas Nasionalitas Aktif, yang membuat aparat hukum Indonesia dapat memproses hukum Tannos atas perbuatannya di Indonesia.

“Maka berlaku asas Nasionalitas Aktif, tidak peduli apapun status warga negaranya sekarang,” menurut dia.

Praswad turut memberikan apresiasi terhadap KPK yang akhirnya dapat menggunakan perjanjian ekstradisi dengan Singapura, atas penangkapan Tannos oleh otoritas setempat di Negeri Singa tersebut.

Ia menjelaskan, KPK dapat menangkap dan mengejar buronan kasus korupsi di Singapura dengan berlandaskan Undang-undang Nomor 5 tahun 2023, yang mengesahkan proses ekstradisi buronan Indonesia and Singapura.

“Untuk pertama kalinya berhasil menggunakan perjanjian ekstradisi yang akhirnya setelah sekian lama disepakati antara pemerintah Indonesia dan Singapura. Meskipun sempat terhambat proses penangkapan di Bangkok pada tahun 2023, namun tetap tidak membuat semangat rekan-rekan penyidik menjadi surut,” tegas dia.

KPK menegaskan bahwa proses ekstradisi buronan kasus korupsi pengadaan e-KTP Paulus Tannos, masih berlangsung hingga saat ini. Pihaknya juga masih memiliki waktu maksimal 45 hari untuk melengkapi syarat administrasi, setelah melakukan penahanan sementara terhadap Tannos.

Juru bicara KPK Tessa Mahardhika menjelaskan, batas waktu melengkapi dokumen hingga 45 hari tersebut termaktub dalam perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Singapura.

“Masih berproses. Sesuai perjanjian ekstradisi antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Singapura Pasal 7 huruf (5), Indonesia memiliki waktu 45 hari sejak dilakukannya penahanan sementara (sejak 17 Januari 2025), untuk melengkapi persyaratan administrasi yang diperlukan,” kata Tessa ketika dikonfirmasi, Selasa (28/1/2025).

Tessa juga menyatakan Tannos diproses hukum sebagai Warga Negara Indonesia (WNI), sebab status kewarganegaraannya tersebut masih belum dicabut.

Dengan begitu, paspor dan kewarganegaraan Afrika yang dipegang Tannos tak menjadi penghalang prose ekstradisi.

Tessa menegaskan, pihaknya telah bersurat ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum, terkait kewarganegaraan Tannos tersebut.

“Berpegangan dengan status WNI karena belum dicabut. KPK sudah bersurat ke dirjen AHU terkait kewarganegaraan,” tegas Tessa.

(lav)

No more pages