Bloomberg Technoz, Jakarta - Perdagangan di pasar keuangan global pada Selasa digoyang turbulensi baru yang memicu arus keluar dari aset-aset yang dinilai lebih berisiko, beralih menyerbu kelas aset yang dikategorikan lebih aman alias safe haven.
Kali ini, yang diserbu adalah dolar Amerika Serikat (AS) dan surat utang AS yang juga disebut US Treasury (T-Notes dan T-Bond).
Indeks dolar AS merangkak naik mendekati lagi wilayah 108, menjatuhkan semua mata uang yang menjadi lawannya baik di pasar negara maju maupun pasar negara berkembang. Dolar AS terutama diserbu karena sentimen ancaman tarif Donald Trump, Presiden AS, bergema kian serius.
Sementara, obligasi AS diserbu karena kejatuhan harga saham di Wall Street, dipicu oleh rontoknya harga Nvidia, saham teknologi raksasa di AS.
Para pelaku pasar menyerbu US Treasury, sebagai safe haven. Yield atau tingkat imbal hasil UST tenor acuan 10 tahun turun 12,5 basis poin menyentuh level terendah tahun ini di 4,50% sebelum akhirnya bergerak naik lagi di kisaran 4,54%.
Penurunan hingga lebih dari 10 basis poin menjadi yang terbanyak dalam perdagangan intraday, dua pekan terakhir. Sementara UST-2Y yang sensitif dengan arah kebijakan bunga acuan Federal Reserve, turun 10 basis poin ke level 4,17%, terendah dalam sebulan terakhir.
Kejatuhan Nvidia menggelorakan perburuan investor akan kelas aset yang dinilai lebih stabil dan aman.

Kemunculan 'DeepSeek', teknologi AI ciptaan Tiongkok, telah merontokkan harga saham teknologi raksasa Nvidia, hingga longsor nilai pasarnya senilai US$ 589 miliar dalam satu hari perdagangan, membuat para pedagang di pasar global beralih ke Treasury sebagai aset aman.
DeepSeek yang dibikin oleh perusahaan rintisan China, memakan biaya lebih rendah, memicu pertanyaan tentang teknologi AI buatan AS. Ada kekhawatiran valuasi teknologi AS saat ini yang selangit, bisa jadi tidak berdasar dengan lahirnya AI lebih murah ciptaan Tiongkok.
Investor pun ramai-ramai melepas saham teknologi di Wall Street terutama Nvidia dan menyeret indeks Nasdaq ambles hingga 3,07%.
Efek penyerbuan dana dari ekuitas ke pasar surat utang, bukan hanya menguntungkan Treasury. Hampir semua surat utang di banyak negara, melesat harganya.
Mengacu data Bloomberg, surat utang terbitan Kanada, Brazil, Inggris, Prancis, Jerman, hingga Swedia dan Spanyol, juga mencatat kenaikan harga.
Adapun surat utang di Asia Pasifik, turut mengekor tren di mana yield obligasi Jepang (JBG) tenor 10 tahun juga turun pada perdagangan Selasa ini. Begitu juga obligasi pemerintah Australia dan Selandia Baru, turut terpangkas yield-nya.
Serbuan asing di SBN
Pasar modal Indonesia hari ini masih libur karena Cuti Bersama Perayaan Imlek. Namun, pekan lalu, kinerja pasar surat utang RI gemilang ditandai dengan kembalinya arus modal asing masuk memborong sekitar Rp9,6 triliun Surat Berharga Negara (SBN), seperti dilaporkan oleh Bank Indonesia.
Kembalinya investor asing ke pasar surat utang, kemungkinan mendapat dorongan dari prospek bunga acuan BI rate ke depan. Juga, keputusan Presiden RI Prabowo Subianto memerintahkan penghematan anggaran hingga Rp306 triliun. Kebijakan itu dinilai bisa membantu defisit fiskal RI lebih stabil di tengah rencana belanja program ikonik yang menguras kas negara, termasuk program Makan Bergizi Gratis.

Dalam pernyataan beberapa kali setelah keputusan mengejutkan penurunan BI rate, Gubernur BI Perry Warjiyo berulang kali mengungkap secara gamblang pernyataan yang dovish.
BI masih melihat ruang pelonggaran moneter lebih lanjut demi mendorong pertumbuhan ekonomi ke target 5,2% tahun ini.
“Kami melihat perkiraan inflasi ke depan rendah misalnya inflasi IHK [Indeks Harga Konsumen] pada akhir tahun kami perkirakan sekitar 2,7%. Bahkan inflasi inti juga rendah 2,6%, dari pertimbangan ini kenapa ruang penurunan suku bunga terbuka,” kata Perry dalam konferensi pers KSSK, Jumat (24/1/2025).
Namun, faktor rupiah masih akan jadi pertimbangan apakah penurunan BI rate itu bisa dilakukan atau tidak. “Tinggal masalahnya, masalah stabilitas nilai tukar kenapa yang kami sampaikan dinamika global dan domestik. Kami akan lihat bagaimana nilai tukar ke depan,” kata Perry.
Melihat sinyal dari lelang SRBI beberapa kali terakhir, prospek pemangkasan bunga acuan itu cukup benderang. Dalam empat lelang terakhir, bunga SRBI tenor paling laris, 12 bulan, terus turun hingga terakhir ke level 6,83%. Level bunga SRBI itu adalah yang terendah sejak awal Oktober tahun lalu.
Dengan pemberlakuan kebijakan Devisa Hasil Ekspor yang diperpanjang jadi 12 bulan dengan penempatan 100%, mulai 1 Maret nanti, BI mendapatkan sokongan lebih besar untuk melonggarkan moneter dengan rupiah memiliki 'amunisi' yang bisa memperkuat.
(rui)