Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Medio pekan lalu, perhatian pasar minyak dunia tersedot pada pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang meminta Arab Saudi dan OPEC untuk “menurunkan biaya minyak”, dalam pidatonya di World Economic Forum (WEF) 2025, Davos, Swiss.

Desakan Trump agar kelompok kartel minyak asal Timur Tengah tersebut menaikkan produksi minyaknya diduga berkaitan dengan niat AS meningkatkan sanksi terhadap sektor energi Rusia dan Iran.

"Jika harga [minyak] turun, perang Rusia-Ukraina akan segera berakhir," kata Trump tanpa penjelasan lebih lanjut dalam pidatonya di WEF, Kamis (23/1/2025). "Saat ini, harganya cukup tinggi sehingga perang akan terus berlanjut."

Akan tetapi, seberapa besar kemungkinan Saudi dan OPEC mengabulkan permintaan Trump dan membuat harga minyak dunia—yang sudah melaju dalam tren relatif bearish — menjadi makin murah?

Donald Trump berpidato di World Economic Forum (WEF) 2025, Davos, Swiss, Kamis (23/1/2025)./Bloomberg-Stefan Wermuth

Berbagai pakar komoditas menilai OPEC dan sekutunya kemungkinan tidak akan tertarik untuk mengindahkan seruan Trump di tengah situasi pasokan minyak dunia yang saat ini saja sudah meluber.

“Tidak jelas apakah Saudi akan berbuat banyak tanpa mengambil risiko harga jatuh di bawah zona nyaman mereka," kata David Goldwyn, Presiden Goldwyn Global Strategies dan Ketua Kelompok Penasihat Energi Pusat Energi Global Dewan Atlantik dalam catatan S&P Global Commodity Insights akhir pekan lalu, dikutip Senin (27/1/2025).

NYMEX West Texas Intermediate (WTI) Maret ditutup 4 sen lebih tinggi di level US$74,66/barel pada Jumat (24/1/2025), sedangkan ICE Brent Maret naik 21 sen menjadi US$78,50/barel.

Sementara itu, Wakil Presiden Penelitian untuk S&P Global Comodity Insights Jim Burkhard berpendapat Trump mau agar harga minyak Timur Tengah bergerak di bawah ambang batas yang dapat menyebabkan OPEC+ mulai menormalisasi pasokan barelnya sesuai rencana.

"Bagaimana Pemerintahan Trump yang baru dan para pemimpin OPEC+ mengelola kepentingan ekonomi dan geopolitik mereka yang berbeda akan menjadi kunci apakah OPEC+ [bersedia] meningkatkan produksi di harga US$70-an atau tidak sampai harga berada di US$80-an atau lebih tinggi," katanya.

Pakar lainnya, Rachel Ziemba—penasihat senior Horizon Engage — menilai permintaan Trump kepada OPEC dan Arab Saudi merefleksikan tujuan kebijakan AS yang saling bertentangan. 

Di satu sisi, menurutnya, Trump menginginkan harga minyak yang lebih murah. Di sisi lain, dia juga ingin menggunakan sanksi energi sebagai alat politik, terutama yang berkaitan dengan Iran.

Meskipun Trump secara resmi masih bungkam tentang kebijakan Iran, dia secara luas diyakini bakal kembali memberikan tekanan maksimum berupa sanksi minyak yang lebih keras terhadap Teheran.

Perlu diingat, pada masa jabatan pertama Trump, sanksi ketat mendorong produksi minyak mentah Iran hingga serendah 2 juta barel per hari. 

Tren produksi minyak mentah Iran./dok. S&P Global


Namun, produksi Iran berbalik meningkat selama pemerintahan Joe Biden, dengan capaian 3,22 juta barel per hari per Desember 2024, mengutip survei Platts OPEC+ terbaru dari Commodity Insights.

Kepentingan OPEC

Ziemba menambahkan OPEC kemungkinan tidak akan berbuat banyak untuk menyanggupi permintaan Trump dalam waktu dekat. Kelompok tersebut sepertinya akan menunggu untuk melihat apakah ada kekurangan suplai minyak dunia, di tengah upaya berbagai negara untuk menggantikan pasokan minyak dari Rusia dan Iran.

Pada akhirnya, OPEC kemungkinan akan fokus pada kepentingan jangka panjangnya, termasuk menjaga keterlibatan Rusia dalam kebijakan OPEC+.

"Jadi, jika Trump menindaklanjuti rencana sanksi terhadap Iran dan Irak karena menyelundupkan minyak Iran, dan ada kekurangan yang sebenarnya, maka [Arab Saudi] kemungkinan akan memompa lebih banyak atau tetap pada rencana yang telah lama ditangguhkan untuk memasok lebih banyak, tetapi mereka akan berhati-hati," kata Ziemba.

Senada, Presiden Transversal Consulting dan Peneliti Senior Atlantic Council, Ellen Wald, menilai OPEC kemungkinan tidak akan menanggapi permintaan Trump.

OPEC akan berpendapat bahwa prakiraan permintaan minyak dunia saat ini tidak menunjukkan perlunya meningkatkan pasokan dalam waktu dekat, tetapi OPEC siap untuk meningkatkan pasokan dalam waktu singkat jika kondisi pasar membutuhkannya.

Proyeksi stok minyak dunia berdasarkan skenario kebijakan produksi OPEC+./dok. Bloomberg

"Arab Saudi mungkin akan menanggapi bahwa karena AS saat ini merupakan produsen minyak terbesar di dunia, mungkin Presiden Trump harus meminta perusahaan minyak domestik untuk memangkas harga bagi konsumen Amerika, tetapi kesembronoan semacam itu mungkin tidak akan diterima dengan baik oleh Trump," katanya.

Bagaimanapun, ada kemungkinan juga bahwa Arab Saudi akan secara pribadi menekan pemerintahan Trump untuk memberlakukan sanksi terhadap minyak Iran dengan lebih ketat.

Sebagai gantinya, Saudi bisa menawarkan untuk kembali memproduksi minyak yang telah secara sukarela dikeluarkan dari pasar bersama dengan jaminan bahwa OPEC akan meningkatkan produksi seperti yang direncanakan pada kuartal kedua, kata Wald.

"Ini dapat mengakibatkan penurunan harga bersih karena lebih banyak minyak di pasar, tetapi dengan keuntungan pendapatan bagi Arab Saudi karena akan memiliki pangsa pasar yang lebih besar," kata Wald.

Ancaman Houthi

Selain melalui peningkatan produksi Arab Saudi dan OPEC, cara lain untuk menurunkan harga minyak dunia sebenarnya adalah mengurangi biaya bagi produsen dengan menghilangkan Houthi sebagai ancaman terhadap jalur pengiriman minyak.

Menurut Wald, membereskan isu serangan Houthi terhadap tanker-tanker minyak di jalur nadi di Timur Tengah akan memangkas biaya asuransi secara signifikan.

Pemerintahan Trump pada 22 Januari 2025 kembali menetapkan pemberontak Houthi di Yaman sebagai organisasi teroris asing, yang membatalkan keputusan pemerintahan Biden untuk mencabut penetapan tersebut karena alasan kemanusiaan.

"Di bawah Presiden Trump, sekarang menjadi kebijakan AS untuk bekerja sama dengan mitra regionalnya untuk menghilangkan kemampuan dan operasi Houthi, merampas sumber daya mereka, dan dengan demikian mengakhiri serangan mereka terhadap personel dan warga sipil AS, mitra AS, dan pengiriman laut di Laut Merah," kata perintah eksekutif tersebut.

Para pengikut Houthi dalam sebuah demonstrasi sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina, di Sana'a, Yaman pada 18 Februari. (Dok: Bloomberg)

Trump telah mengumbar gagasan untuk menjadikan Saudi sebagai kunjungan luar negeri pertamanya dengan imbalan komitmen investasi retoris dari Saudi, kata Goldwyn. Dengan komentar harga minyak, sepertinya Trump mencari komitmen awal yang lebih konkret sebelum dia memutuskan tentang kunjungan tersebut, katanya.

Kebijakan Trump memberinya pengaruh di kawasan tersebut, kata Goldwyn.

"Dia memiliki banyak pengaruh, mulai dari arah yang diambilnya terhadap kebijakan Iran, hingga mengambil tindakan militer terhadap Houthi dan tindakan yang diambilnya terkait dengan sanksi terhadap produsen lain," katanya.

Sanksi Kolombia

Per hari ini, Senin (27/1/2025), harga minyak masih berfluktuasi karena investor bereaksi terhadap ulah terbaru pemerintahan Trump di sektor minyak, dengan mengancam dan kemudian menunda, paket pembatasan yang luas terhadap Kolombia.

Brent untuk pengiriman Maret turun 0,6% menjadi US$78,01 per barel pada pukul 11:46 pagi di Singapura. Sebelumnya, Brent turun sebanyak 1,2%. WTI untuk pengiriman Maret turun 0,7% menjadi US$74,16 per barel.

Pergerakan harga minyak sampai dengan 27 Januari 2025./dok. Bloomberg

Menyusul perselisihan tentang migran, Trump pertama-tama memerintahkan pembatasan terhadap Bogota, sebelum Gedung Putih menghentikan tindakan tersebut karena pemerintah Kolombia menyetujui semua persyaratan Trump.

Harga minyak mentah tetap tinggi tahun ini, setelah sanksi sebelumnya dari AS terhadap minyak dan energi Rusia menaikkan harga fisik, memacu beberapa penyuling di Asia untuk mencari pasokan alternatif. 

Para pedagang sekarang menyesuaikan diri dengan perubahan mosaik tindakan potensial AS terhadap mitra dagang saat Trump memulai masa jabatan keduanya. Selain Kolombia, Trump telah mengancam tindakan terhadap China, Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa, sambil juga mendesak OPEC untuk memproduksi lebih banyak minyak mentah.

Kolombia — yang pada satu titik juga memerintahkan sanksi pembalasan terhadap barang-barang AS — adalah sumber minyak luar negeri terbesar keempat bagi AS, melampaui negara-negara seperti Brasil, menurut Energy Information Administration (EIA).

Data terbaru menunjukkan Kolombia mengirim lebih dari 215.000 barel per hari ke pelabuhan AS.

"Tindakan Trump penting bagi pasar karena menunjukkan bahwa dia jelas kredibel dalam penggunaan tarif agresif," kata Chris Weston, Kepala Penelitian untuk Pepperstone Group, sebelum pernyataan Gedung Putih yang mengatakan pembatasan telah ditangguhkan mengingat persetujuan Kolombia. 

(wdh)

No more pages