Lantas, bagaimana sebenarnya persoalan yang membuat geger masyarakat itu bermula?
Menurut Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Chandra Setiawan, persoalan tersebut berawal dari melambungnya harga minyak goreng di pasaran pada Januari 2022.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi akhirnya menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 3/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada 19 Januari 2022.
"Permendag itu kan menghendaki adanya pemenuhan kebutuhan minyak goreng dengan satu harga. Ketika itu ada juga kebijakan yang ditetapkan yakni harga acuan keekonomian [HAK] dan harga eceran tertinggi [HET]. Pada saat itu HAK minyak goreng Rp 17.260 per liter dan HET Rp 14.000 per liter," paparnya dalam konferensi pers yang digelar secara virtual pada Rabu (10/5/2023).
Melalui beleid tersebut, Kemendag menugaskan peritel modern yang berada di bawah naungan Aprindo untuk menjual minyak goreng dengan harga sesuai ketentuan HET, yakni Rp14.000/liter sepanjang 19-31 Januari 2022.
Adapun, selisih harga antara HAK dan HET yang totalnya mencapai Rp344,15 miliar akan dibayarkan oleh pemerintah menggunakan dana BPDPKS.
"Aprindo itu melalui anggota-anggotanya memerintahkan menjual minyak goreng satu harga yakni Rp.14.000 sesuai Permedag No. 3/2022. Berapapun harganya yang mereka beli [dari produsen] tetap harus dijual Rp 14.000 per liter sesuai HET,” ujar Chandra.
Untuk membayar selisih harga ke peritel modern, dibutuhkan proses verifikasi yang panjang. Proses verifikasi tersebut diketahui ikut melibatkan verifikator dari PT Superintending Company Indonesia (Sucofindo) yang ditunjuk langsung oleh Kemendag.
Sayangnya, otoritas perdagangan terlambat menunjuk Sucofindo sebagai verifikator. Alhasil, proses verifikasi tak kunjung selesai hingga melampaui tenggat waktu yang ditentukan.
Persoalan makin runyam ketika Kemendag mencabut Permendag No. 3/2022 dan menggantinya dengan Permendag No. 6/2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
Dengan adanya beleid baru itu, Kemendag menyatakan bahwa tidak ada selisih harga yang harus dibayarkan ke peritel modern.
“Kami melihat bahwa di sini pelaku usaha itu mengalami kerugian dan kerugian operasional mereka karena waktu yang cukup panjang itu," tegasnya.
Kerugian Capai Rp1 triliun
Pada kesempatan yang sama, Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamanggala mengatakan bahwa kerugian yang diakibatkan oleh kebijakan minyak goreng satu harga sebenarnya lebih dari Rp344,15 miliar. Sebab, produsen minyak goreng sebenarnya juga ikut menanggung kerugian dari kebijakan tersebut dan nilainya jauh lebih besar.
“Itu kan kerugiannya tidak sedikit. Berdasarkan data Aprindo kebijakan yang hanya sebulan saja itu sudah mencapai Rp344 miliar. Itu dari sisi Aprindo, belum lagi dari sisi produsen minyak goreng kemasan yang diperkirakan mencapai Rp700 miliar,” ujarnya.
Apabila ditotal, maka total kerugian yang diakibatkan oleh kebijakan minyak goreng satu harga pada Januari 2022 bisa mencapai Rp1,1 triliun. Namun, total kerugian tersebut masih berupa perkiraan yang nominalnya bisa berubah apabila ada laporan terbaru dari pihak-pihak terkait.
“Kebijakan ini akan sangat berbahaya jika pemerintah tidak menepatinya. Di sisi lain trust pelaku usaha kepada pemerintah harus dijaga. Karena merekalah di lapangan mengalami sendiri, menghadapi apa yang terjadi selama pelaksanaan itu terjadi,” pungkasnya.
(rez/wdh)