Bloomberg Technoz, Jakarta - Google menyatakan sikapnya menyusul putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menetapkan raksasa teknologi asal Amerika tersebut melanggar aturan monopoli pasar di Indonesia.
Perwakilan Google dalam pernyataannya menyatakan bahwa perusahaan sedang menunggu salinan lengkap putusan tertulis dari KPPU untuk mendapatkan pemahaman lebih menyeluruh terkait dasar-dasar keputusan tersebut, sebelum mengajukan dokumen untuk banding.
“Demi memperoleh pemahaman yang komprehensif dan berimbang atas putusan tersebut, serta untuk menentukan langkah kami berikutnya, kami tengah menantikan salinan putusan tertulis secara lengkap, yang berdasarkan pemahaman kami, lazimnya tidak dibacakan seluruhnya dalam persidangan," kata perwakilan Google dalam keterangannya kepada Bloomberg Technoz, dilansir Jumat (24/1/2025).
Lebih lanjut, Google menegaskan, perusahaan berkomitmen untuk menjalin komunikasi yang konstruktif dengan KPPU dan pihak-pihak terkait. Sikap ini diambil sebagai bagian dari upaya Google untuk menyelesaikan persoalan secara baik, sekaligus mempertahankan kepercayaan publik terhadap ekosistem digital yang dikelolanya.
"Ke depannya, kami berkomitmen untuk menjalin komunikasi yang konstruktif dengan KPPU dan seluruh pihak terkait lainnya."
Apa itu Google Play Biling?
Mengutip dari situs resmi Google Indonesia, Google Play Billing (GPB) adalah sistem yang memungkinkan pengembang aplikasi Android menjual produk dan konten digital dalam aplikasi mereka.
Sistem pada Google Play Billing menyediakan serangkaian API untuk integrasi dengan aplikasi Android dan server backend, sehingga pengguna dapat melakukan pembelian dengan aman melalui Google Play.
Kebijakan Google mengharuskan pengembang yang menawarkan pembelian dalam aplikasi untuk menggunakan Google Play Billing sebagai metode pembayaran. Hal ini bertujuan untuk memberikan cara transaksi bagi jutaan pengguna di seluruh dunia dan memudahkan mereka mengelola pembayaran dari satu lokasi pusat.
Namun, KPPU Indonesia menilai kebijakan GPB ini sebagai praktik bisnis yang tidak adil. Dengan demikian, KPPU menjatuhkan denda Rp202,5 miliar kepada Google karena dianggap menyalahgunakan posisi dominannya dengan mewajibkan pengembang aplikasi Indonesia menggunakan Google Play Billing dengan biaya hingga 30%.
Praktik ini dinilai mengurangi pendapatan pengembang dan melanggar undang-undang antimonopoli Indonesia.
Google ajukan banding atas putusan KPPU
Adapun dalam menanggapi putusan KPPU RI, perwakilan Google menyatakan akan mengajukan banding dan menegaskan komitmen mereka untuk mematuhi hukum Indonesia. Google juga menyebut telah memperkenalkan opsi penagihan alternatif bagi pengembang aplikasi.
"Kami berkomitmen untuk selalu patuh kepada hukum Indonesia dan akan terus berkolaborasi secara konstruktif dengan KPPU dan seluruh pihak terkait sepanjang proses banding berjalan," ungkap pihak Google dalam keterangannya.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur, lantas mengomentari rencana banding, hal tersebut merupakan hak dari perusahaan dan Google bisa dilayangkan ke Pengadilan Niaga.
"Jadi silahkan saja dijalankan sesuai ketentuan untuk pengajuan keberatan. Nanti bertemu di pengadilan," jelas Deswin kepada Bloomberg Technoz.
Ketidakhadiran pihak Google dalam putusan persidangan pada Senin malam, juga turut disayangkan Deswin.
"Meski diwakilkan oleh kuasa hukum, seharusnya pihak Terlapor hadir langsung ke persidangan majelis untuk menunjukkan itikad baik dalam mengikuti proses hukum yang ada."
Temuan monopoli KPPU terhadap Google
Sebagai catatan, dalam putusan sidangnya, KPPU telah menemukan sejumlah bukti yang menunjukkan praktik monopoli oleh Google LLC di Indonesia yakni:
- Google mewajibkan para pengembang aplikasi yang mendistribusikan produknya melalui Google Play Store untuk menggunakan GPB System dalam transaksi pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi (in-app purchase). Dengan demikian, kebijakan ini membatasi pilihan pengembang dalam memilih sistem pembayaran yang lebih sesuai atau menguntungkan.
- Melalui penerapan GPB System, Google mengenakan biaya layanan (service fee) sebesar 15% hingga 30% dari setiap transaksi. Besaran biaya ini dianggap memberatkan pengembang aplikasi, mengurangi pendapatan mereka, dan pada akhirnya dapat mempengaruhi harga serta aksesibilitas bagi konsumen.
- Selain itu, KPPU turut mencatat bahwa Google menguasai sekitar 93% pangsa pasar distribusi aplikasi di Indonesia. Dominasi ini membuat pengembang aplikasi memiliki keterbatasan pilihan platform distribusi, sehingga terpaksa mematuhi kebijakan dan persyaratan yang ditetapkan oleh Google, termasuk penggunaan GPB System.
- Google disebut menerapkan sanksi tegas bagi pengembang yang tidak mematuhi kebijakan penggunaan GPB System, termasuk penghapusan aplikasi dari Google Play Store. Tindakan inilah yang dinilai membatasi pasar dan menghambat pengembangan teknologi oleh para pengembang lokal.
Atas dasar temuan-temuan tersebut, KPPU menyimpulkan bahwa Google telah melanggar Pasal 17 dan Pasal 25 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan menjatuhkan denda sebesar Rp202,5 miliar kepada Google, serta memerintahkan penghentian kewajiban penggunaan GPB System dalam Google Play Store.
Sejumlah negara juga mengoreksi langkah bisnis Google yang mendorong tindakan monopoli. Di Amerika Serikat (AS), kabar terbaru disebutkan bahwa mereka berhak atas kerja pengawasan terhadap platform keuangan non-bank, termasuk Google Payment Corp, melalui The Consumer Financial Protection Bureau.
“Meskipun Google Payment Corp. sudah tunduk pada yurisdiksi penegakan hukum CFPB, CFPB telah menetapkan bahwa Google Payment Corp. telah memenuhi persyaratan hukum untuk pengawasan,” kata CFPB, dilaporkan Bloomberg News. Unit Alphabet Inc. tersebut segera mengajukan gugatan untuk melawan upaya CFPB.
(wep)