Bloomberg Technoz, Jakarta – Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Ridho Kresna Wattimena menyoroti usulan DPR RI ihwal perguruan tinggi bisa menerima Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dari pemerintah.
Pemberian izin tersebut tercatut di dalam perubahan keempat atas Undang-undang No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) yang telah resmi menjadi usul DPR sejak kemarin.
Ridho mengusulkan pagar hanya perguruan tinggi dengan akreditasi resmi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) serta akreditasi unggul yang layak menerima WIUP tersebut.
Namun, dia menggarisbawahi, perguruan tinggi berakreditasi unggul pun belum belum tentu memiliki kapabilitas untuk mengelola tambang. Bahkan, tidak semua perguruan tinggi akreditasi unggul memiliki Program Studi (Prodi) Teknik Geologi, Prodi Teknik Pertambangan, maupun Prodi Teknik Metalurgi.
"Jadi mungkin selain akreditasi, kita lihat apakah ada prodi tambang, prodi metalurgi, prodi geologi, prodi teknik lingkungan untuk AMDAL-nya," kata Ridho dalam rapat bersama Baleg DPR RI, dikutip Jumat (24/1/2025).

Saat ini, kata Ridho, ada sekitar 3.360 perguruan tinggi yang terakreditasi baik, 472 perguruan tinggi akreditasi amat baik, serta 149 perguruan tinggi dengan akreditasi unggul di seluruh wilayah Indonesia.
Untuk itu, dia berharap ada turunan dari UUMinerba secara lebih detail yang mengatur pemberian konsesi tambang bagi perguruan tinggi.
"Apakah prioritas ini akan diberikan oleh semua perguruan tinggi yang diakreditasi sesuai di draf? Itu masukan kami yang pertama, turunan dari RUU atau undang-undang ini ada turunannya lebih detail," ujar Ridho.
Pikir Panjang
Lebih lanjut, Ridho menuturkan pengusahaan tambang bukanlah bisnis quick yielding atau cepat menghasilkan keuntungan. Artinya, pelaku bisnis jangan berharap uang bisa kembali dalam 2—3 tahun sejak mereka menanamkan modal.
Dengan kondisi itu, menurutnya perguruan tinggi akan berpikir panjang untuk mengusahakan tambang yang akan diberikan oleh pemerintah.
"Perguruan tinggi, kami masih berpikir keras untuk mengusahakan tambang ini. Kita semua tahu bisnis tambang atau pengusahaan tambang ipni bukan quick yielding, bukan yang hari ini mulai, 2—3 tahun lagi kita ingin uang kita kembali," tegas Ridho.
Ridho menilai, penyelidikan umum hingga tahap eksplorasi sendiri bisa memakan waktu 5 hingga 10 tahun. Lamanya proses bisnis sektor pertambangan bakal menjadi hal yang memberatkan bagi perguruan tinggi.
"Apakah perguruan tinggi untuk spend uang 5—10 tahun sebelum bisa mendapatkan uang? Itu juga sesuatu yang berat," tegas dia.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan menyampaikan alasan DPR memberikan izin pertambangan kepada perguruan tinggi adalah agar pengelolaan manfaat tambang dapat diberikan secara lebih luas.
“Ini kan UU pada hakikatnya jadi diberikan kesempatan. Sekarang ini terpenting ada sumber kekayaan sumber daya alam [SDA], bagaimana pengelolaan manfaatnya diberikan lebih luas [dari] yang tadinya [hanya] diberikan terbatas bagi perusahaan swasta,” kata Bob saat ditemui di Kompleks Parlemen, Kamis (23/1/2025).
Menurutnya, saat ini banyak masyarakat di sekitar areal pertambangan hanya menikmati 'debu' saja. Dengan adanya RUU Minerba, nantinya koperasi, perorangan, bahkan putera daerah dapat memanfaatkan tambang sekalipun mendapatkan modal.
“Intinya masyarakat kalau sudah legal, alam kita kan ada pajaknya, pajak tambangnya, pajak reklamasi. Itu yang sudah digali akan direklamasi ulang karena uangnya kan dibayar pajak itu,” tutur Bob.
Soal banyaknya kritikan mengenai kampus yang seharusnya fokus pada pendidikan, Bob menyebut tidak menjadi persoalan ketika nantinya universitas menolak WIUP tersebut. Negara hanya memberikan kesempatan untuk memanfaatkan kekayaan alam seluas-luasnya.
“Ada yang menolak, kalau enggak mau pakai, kalau dari PGI [Persatuan Gereja Indonesia] juga menolak, enggak ada masalah. [Hal] yang penting sekarang, kekayaan alam yang given di Indonesia dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat karena banyak tambang-tambang yang enggak jalan dan sudah hancur,” jelas Bob.
(mfd/wdh)