“Bagaimana dengan rencana reklamasinya, bagaimana dengan rencana pascatambangnya, dan bagaimana dengan rencana PPM [pengembangan dan pemberdayaan masyarakat] atau turunannya CSR [corporate social responsibility],” ujarnya.
Syahrial menuturkan seluruh komponen tersebut merupakan panduan yang harus diawasi oleh pemerintah dalam pelaksanaannya nanti.
Belum Terima SK
Syahrial menegaskan hingga saat ini Muhammadiyah belum memperoleh Surat Keputusan (SK) tentang wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) dari pemerintah.
“Sejauh ini kita belum menerima IUP-nya, tetapi seperti yang kita ketahui kemarin ini kan informasinya kan bekas PKP2B yang Adaro,” ucapnya.
Syahrial mengatakan hingga kini Muhammadiyah masih meninjau aspek teknis, cadangan, hingga infrastruktur terkait dengan tambang eks Adaro bisa dijalankan dengan baik. Selain itu, Muhammadiyah juga tengah melakukan sejumlah evaluasi tambang tersebut.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan Muhammadiyah bakal mengelola lokasi tambang bekas Adaro.
“Oh kalau NU [Nahdlatul Ulama] sudah selesai. Muhammadiyah sekarang sudah turun juga. Kita sudah positif. Kita pakai eks-Adaro [untuk Muhammadiyah]. Sudah positif," kata Bahlil saat ditemui di kantornya, Jumat (10/1/2025).
Sekadar catatan, pemerintah memang menyiapkan enam WIUPK, yang merupakan eks PKP2B, untuk diberikan kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan.
Adapun, keenam eks PKP2B tersebut di antaranya adalah lahan milik PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.
(mfd/wdh)