Korea Selatan (Korsel) meremehkan pernyataan Trump, mengatakan hal itu bukanlah indikasi bahwa Presiden AS menerima program senjata nuklir Pyongyang. Kementerian Luar Negeri Korsel mengatakan Korut "tidak akan pernah bisa mendapatkan status sebagai negara bersenjata nuklir."
"Pemerintah kami akan berkoordinasi secara erat dengan pemerintahan AS yang baru, dan juga dengan komunitas internasional, untuk denuklirisasi Korut," ujar kementerian tersebut dalam pernyataannya.
Baik Trump maupun Kim lebih berani daripada saat mereka memulai pembicaraan empat mata pada masa jabatan pertama Trump sebagai presiden. Mungkin akan ada lebih sedikit perlawanan terhadap upaya Trump untuk membentuk kembali pemerintahan, ekonomi, dan peran AS di dunia kali ini, mengingat ia menikmati lebih banyak dukungan publik.
Lingkungan geopolitik juga telah berubah sejak pertemuan terakhir keduanya, di mana Pyongyang muncul sebagai sekutu penting Presiden Rusia Vladimir Putin dan perangnya di Ukraina.
Hubungan yang semakin erat antara Pyongyang dan Moskow meningkatkan kekhawatiran tentang kemampuan Korut dalam memperkuat militernya dan mempertahankan rezimnya dengan dukungan Rusia.
Seoul juga khawatir akan adanya kemungkinan Presiden AS tersebut kembali berusaha untuk berunding secara langsung dengan Kim dan merusak kepentingan keamanan Korsel.
Setiap keretakan, dalam aliansi antara Washington dan Seoul atau melemahnya komitmen AS untuk memperluas pencegahan terhadap ancaman nuklir Korut, berisiko membuat investor takut dan meningkatkan dukungan publik di Korsel untuk mengembangkan senjata atom negara tersebut.
Selama masa jabatan pertamanya sebagai presiden, Trump terbang ke berbagai penjuru dunia untuk menghadiri pertemuan penting dengan Kim, berspekulasi bahwa diplomasi pribadinya bisa mengatasi masalah-masalah kritis yang diketahui kedua belah pihak selama bertahun-tahun dalam perubahan pendekatan yang tajam.
Gagalnnya perundingan mereka menunjukkan seberapa jauh jarak antara kedua belah pihak yang berseteru itu, bahkan setelah ada pertemuan tatap muka. Trump menolak konsesi parsial dan Kim menolak membatalkan program nuklirnya begitu saja — sesuatu yang telah ditentang oleh rezim Korut selama beberapa dekade.
Meskipun Pyongyang tidak secara langsung menyebut nama Trump sejak kemenangannya dalam Pemilu hingga laporan terbaru, media pemerintah sebelumnya memuat komentar dari Kim yang mengatakan, pembicaraan dengan AS hanya menegaskan permusuhan Washington yang "tidak dapat diubah" terhadap Korut.
(bbn)