“Seperti Australia, (negara) di Timur Tengah juga potensial, baru (jajaki LCT) Amerika Latin dan seterusnya,” terangnya.
Sejak 2017, Bank Indonesia telah menjalin kerja sama dengan China, Jepang, Malaysia, dan Thailand. Teranyar, di sela pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN+3 (AFMGM+3), BI dan Bank of Korea (BoK) sepakat menggunaan mata uang lokal masing-masing dalam transaksi bilateral.
Sejatinya, David menyebut, inisiatif dedolarisasi sudah lama digaungkan oleh kawasan ASEAN+3 melalui Chiang Mai Initiative (CMI) lewat kerja sama currency-swap arrangement pada awal 2000-an. Lebih lanjut, Indonesia juga melakukan swap arrangement dengan Jepang, China dan Australia dalam hal kerjasama antar bank sentral.
“(Kerja sama) ini untuk jaga-jaga kalau ada tekanan spekulatif, kita bisa melakukan arrangement swap dengan negara lain untuk tambahan cadangan devisa,” ujarnya.
Adapun kerja sama mata uang baru dilakukan beberapa tahun terakhir oleh Indonesia kepada Malaysia dan Thailand, lalu berkembang ke Jepang, China Korea Selatan, termasuk Laos. Kerja sama ini pun dilandasi untuk mempererat perdagangan dan investasi, di tengah kecanggihan dan kemudahan transaksi secara digital.
“Karena dulu sulit, karena kita butuh menggunakan physical cash (untuk transaksi di luar negeri). Kalau sekarang, mau pergi ke negara lain pun, kita bisa (transaksi) menggunakan aplikasi dan memungkinkan secara teknologi,” jabarnya.
LCT sendiri merupakan bentuk lebih advance dari Penyelesaian Mata Uang Lokal (Local Currency Settlement/LCS) yang mengutamakan transaksi besar dan/atau khusus dari eksportir maupun importir.
(krz/evs)