“Semua ini kami lakukan dengan pengawasan dari OJK sebagai bentuk kepatuhan dan juga transparansi Investree,” ucap dia.
Berdasarkan regulasi OJK lewat POJK nomor 10 tahun 2022, perusahaan pinjol atau fintech P2P lending diwajibkan menyediakan mitigasi risiko bagi pengguna, misalnya melalui asuransi. Akan hal itu, Adrian mengaku tetap patuh pada regulasi.
“Investree selalu patuh pada undang-undang yang berlaku khususnya POJK 10/2022 terkait kewajiban akan penyediaan solusi mitigasi risiko melalui kemitraan dengan perusahaan asuransi terhadap pinjaman yang didanai oleh Lender jika sampai Borrower Investree mengalami gagal bayar,” paparnya.
Menurut Adrian, sesuai dengan standard operating procedure dan perjanjian kerja sama dengan mitra asuransi Investree, terdapat ketentuan apabila pinjaman sudah masuk dalam kategori wanprestasi, masuk dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), restrukturisasi, dan sudah ada kesepakatan untuk pembayaran parsial, belum dapat diajukan proses klaim. Hal ini berefek pada mundurnya pembayaran terhadap Lender,
Jumlah pengembalian maksimal dari mitra asuransi Investree, ditegaskan Adrian, maksimal 90% dari pokok pinjaman berdasarkan premi yang dibayarkan perusahaan. Ini tidak termasuk bunga dan denda keterlambatan.
“Dan perlu kami informasikan kembali bahwa sedari awal, pendanaan yang dilakukan oleh lender adalah bentuk perjanjian dua pihak antara lender dan Investree dalam rangka mendanai pinjaman yang diajukan oleh Borrower melalui platform Investree,” tutur dia.
Atas perjanjian tersebut di atas, Investree diklaim selalu transparan terhadap informasi termasuk proses klaim asuransi yang dapat diperoleh. “Investree juga terus berupaya untuk menyelesaikan pinjaman yang terlambat dengan menempuh pendekatan lain seperti penjualan aset dan proses litigasi, hal ini merupakan bentuk komitmen kami dalam menjalankan seluruh kewajiban perusahaan sesuai aturan yang berlaku,” papar Adrian.
Pada bagian terpisah OJK juga memberi wejangan bahwa investasi pada P2P lending memiliki risiko yang relatif tinggi sehingga masyarakat perlu menimbang antara manfaat dan risikonya. “Jangan hanya asal ikut-ikutan teman atau orang lain,” tegas Ogi.
(wep/dba)