Dalam persidangan sebelumnya, jaksa sebenarnya menuntut Yu Hao untuk menjalani hukuman penjara selama lima tahun, dan wajib membayar denda Rp50 miliar subsider enam bulan penjara.
“Putusan yang membebaskan pelaku penambangan ilegal ini sangat mengecewakan bahkan ada keanehan, karena sudah diputuskan bersalah di pengadilan Ketapang, kenapa di PT Pontianak jadi bebas? Perlu diusut lebih jauh, di mana perbedaan keputusan tersebut,” ujar Alifuddin.
Menurut dia, putusan banding tersebut akan menjadi preseden atau acuan untuk melemahkan hukum terhadap para pelaku penambangan ilegal. Ke depan, dia khawatir akan banyak penambang ilegal yang lebih berani karena ancama hukum di Indonesia lemah.
“Pemerintah dan aparat penegak hukum harus lebih serius dalam menanggulangi masalah penambangan ilegal, baik di Kalimantan Barat maupun di seluruh Indonesia. Pembebasan pelaku penambangan ilegal ini dapat menjadi preseden buruk bagi upaya perlindungan lingkungan dan sumber daya alam Indonesia,” ujar politikus PKS tersebut.
Dalam kasus ini, Yu Hao dituduh melakukan penambangan ilegal bersama sejumlah pekerja lainnya pada Februari-Mei 2024. Akan tetapi, hakim justru menuding jaksa gagal menunjukkan bukti tersebut.
Sejumlah foto dan dokumen yang dihadirkan, kata hakim, tak kuat menunjukkan Yu Hao tengah melakukan penambangan ilegal. Yu Hao sendiri berdalih tengah bekerja melakukan perawatan terowongan tambang PT SRM selama periode tersebut.
(azr/frg)