Logo Bloomberg Technoz

Pelemahan rupiah terjadi ketika euforia terpantik di pasar saham dan surat utang domestik. Bagaimana pun bunga acuan lebih rendah adalah kabar baik bagi ekuitas juga surat utang meski reli kali ini diperkirakan hanya akan berlangsung jangka pendek.

IHSG yang melompat 1,2% pada pembukaan pasar, masih melanjutkan kenaikan ke level 7.136,05, disokong oleh saham-saham bank yang bangkit.

Sementara di pasar surat utang negara, hampir semua tenor Surat Utang Negara (SUN) mencatat kenaikan harga yang terindikasi dari penurunan tingkat imbal hasil alias yield.

Penurunan imbal hasil terutama dicatat oleh tenor 5 tahun yang meninggalkan level 7%, tepatnya kini di 6,98%. Lalu tenor 15 tahu juga turun dari 7,33% ke level 7,28%. Adapun tenor acuan 10 tahun juga turun ke 7,18%. Untuk tenor pendek 2 tahun, yield-nya kini ada di 7,02%.

Ketidakpastian

Rupiah yang melemah tajam hari ini menjadi reaksi dari para pelaku pasar yang menilai keputusan BI menurunkan BI Rate, melawan konsensus yang bulat memprediksi 'tahan', sebagai langkah yang terburu-buru dan kacau.

"BI mengambil risiko besar dalam jangka pendek dengan membalikkan posisi kebijakannya saat ini," kata Lionel Priyadi, analis Mega Capital Sekuritas.

Analis asing juga menilai, langkah itu menjadi risiko baru. "Ini adalah langkah berisiko yang diambil BI dan meningkatkan risiko keuangan bagi negara. Dengan ketidakpastian kebijakan yang akan segera terjadi di AS, ini bukanlah saat yang tepat bagi bank sentral di negara berkembang untuk melonggarkan kebijakan moneter," kata Rajeev De Mello dari Gama Asset Management, pengelola dana global di Jenewa Swiss, melansir Bloomberg.

Adapun kajian Barclays, bank investasi asal Inggris, yang dilansir setelah pengumuman BI rate kemarin, memperkirakan, nilai rupiah berpotensi ke level Rp16.500/US$ pada akhir kuartal pertama dan Rp16.800/US$ pada akhir kuartal empat.

(rui/aji)

No more pages