"Sekarang perbankan nasional harus melek nih. Ini pasar bagus dan menjadi bagian dari upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Jangan hanya memberikan kredit konsumsi, ada lah kredit-kredit standby loan. [Kasih] kredit yang memiliki multiplier effect, seperti untuk proyek-proyek hilirisasi," ungkap Bahlil.
Bahlil menyoroti pentingnya perbankan nasional memberikan pinjaman berkualitas dengan suku bunga kompetitif dalam jangka waktu yang panjang. Hal ini diyakini akan memberikan nilai tambah lebih besar, termasuk penciptaan lapangan kerja di dalam negeri.
Menurutnya, proyek-proyek hilirisasi—seperti pembangunan smelter dengan masa pengembalian modal (break even point) selama 6—7 tahun — seharusnya menarik bagi perbankan.
"Kalau kita mau kolektif, ini harus menjadi kesadaran bersama. Uang yang dikelola perbankan nasional kan pada dasarnya uang rakyat. Jadi, kredit yang diberikan harus lebih banyak dialokasikan untuk mendukung hilirisasi dengan tingkat pengembalian internal [IRR] yang baik," imbuh Bahlil.
Bahlil sebelumnya menyebut akan mewajibkan perbankan hingga lembaga keuangan nonbank untuk ikut ambil bagian dalam membiayai proyek hilirisasi.
Hal ini dilakukan setelah Presiden Prabowo Subianto resmi menunjuk Bahlil sebagai Ketua Satgas Hilirisasi, sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 tahun 2025 tentang Satuan Tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, yang diteken pada 3 Januari.
Masalah kesulitan pembiayaan perbankan untuk proyek-proyek smelter di dalam negeri sebelumnya pernah diungkapkan Ketua Asosiasi Bauksit Indonesia (ABI) Ronald Sulistyanto. Tidak hanya perbankan, proyek smelter bauksit kerap tak dilirik investor lantaran dinilai tidak feasible.
“Enggak tahu. Saya sudah nanya ke investor juga, investor bilangnya dia sedang berusaha, enggak seperti nikel gitu loh. Karena mungkin ya padat modal,” ujarnya saat dihubungi, medio Desember.
“Bank Himbara [Himpunan Bank Milik Negara] saja tidak mau menangkap peluang [membiayai proyek smelter bauksit] ini, bagaimana bank asing.”
(mfd/wdh)