Jaksa pentuntut umum pada Kamis (30/3/2023) lalu menuntut Teddy dengan pidana mati karena menurut jaksa tak ada hal yang patut meringankan hukuman Teddy. Tuntutan didasarkan pada pelanggaran Pasal 114 ayat 2 Undang-ungang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kasus yang menjerat Teddy Minahasa berawal saat Polres Bukittinggi hendak memusnahkan barang bukti berupa 40 kilogram narkoba jenis sabu. Sebagai Kapolda, dia menghubungi Dody untuk menukar sabu sebanyak 5 kilogram dengan tawas. Dody kemudian diperintahkan ke Jakarta untuk menjual sabu tersebut kepada Anita alias Linda Pujiastuti.
Kasus narkoba besar juga pernah meghebohkan publik pada rentang waktu 2013-2016 silam. Nama Freddy Budiman, gembong narkoba divonis mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat (Jakbar) pada 15 Juli 2013. Dia lalu dieksekusi mati di Lapas Nukambangan, Cilacap, Jawa Tengah pada 29 Juli 2016. Freddy terbukti bersalah menyelundupkan 1,4 juta pil dan sempat mengendalikan peredaran narkoba dari penjara.
Sementara atas vonis seumur hidup yang dijatuhkan kepada Teddy, jaksa penuntut umum menyatakan masih akan pikir-pikir untuk melakukan banding.
Pengamat kepolisian Bambang Rukminto menilai, jaksa sudah layak mengajukan banding atas vonis hakim yang lebih rendah dibandingkan tuntutan tersebut. Bambang mengakui vonis ini agak mengejutkan meski dia menyatakan hakim punya pertimbangan dalam menilai fakta dan bukti di persidangan. Namun kata dia, vonis itu tentu tak memenuhi harapan karena sebagai penegak hukum yang melakukan kejahatan seharusnya diganjar hukuman berat.
"Saya melihat bahwa keputusan itu tentu jauh dari ekspektasi masyarakat. Masyarakat tentunya berharap bahwa hukuman yang dijatuhkan hakim itu sesuai dengan tuntutan jaksa yakni hukuman paling berat, vonis mati karena Irjen Teddy ini seorang anggota Kepolisian, penegak hukum. Tentunya hukumannya harus lebih berat dari masyarakat biasa," kata Bambang dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) saat dihubungi pada Selasa malam (9/5/2023).
Bambang juga menyoroti soal hal yang meringankan Teddy Minahasa yang menurutnya justru harus jadi pertanyaan. Bila Teddy terbukti menyalahgunakan narkoba pada saat ini, rekam jejaknya dalam karier di Kepolisian seharusnya akan meragukan.
"Pertimbangan hakim soal prestasi Teddy Minahasa selama 30 tahun itu naif mengingat sebagai aparatur penegak hukum yang diberi kewenangan besar selama ini disalahgunakan," lanjutnya.
Menurut dia karena itu apabila jaksa banding maka harus membawa bukti-bukti tambahan yang belum dibawa ke persidangan selama ini. Selain itu Bambang juga menilai perlunya sidang kode etik Polri yang harus segera digelar tanpa menunggu inkrah atau keputusan hukum tetap. Pemberhentian tidak dengan hormat haraus dijatuhkan kepada polisi pelaku kejahatan apalagi kejahatan luar biasa narkoba.
(ezr)