Bloomberg Technoz, Jakarta – Pakar otomotif menjelaskan pengguna kendaraan alat berat perlu lebih sering mengganti filter solar imbas penggunaan biodiesel B35—campuran 35% olahan minyak kelapa sawit dengan 65% solar — guna menjaga performa mesin agar lebih optimal, sehingga mengurangi indikasi kerusakan.
Akademisi sekaligus pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengungkapkan hal itu terjadi karena karakter B35 bersifat higroskopis. Artinya, biodiesel mudah menyerap air dibandingkan dengan solar konvensional.
Yannes menjelaskan air yang terserap dapat menyebabkan beberapa masalah seperti proses oksidasi dan korosi pada komponen logam dalam sistem bahan bakar, termasuk tangki, pipa, pompa injeksi, dan injektor yang kemudian endapannya berpotensi menyumbat filter bahan bakar.
Pada mesin-mesin lama, sifat pelarutan biodiesel juga dapat merusak komponen elastomer seperti selang dan seal yang tidak kompatibel, sehingga menyebabkan kerusakan seperti pengembangan atau kerapuhan.
Cara Aman
Dengan perawatan yang baik, termasuk penggantian filter yang lebih sering pada tahap awal, penggunaan biodiesel dapat dilakukan dengan aman tanpa risiko signifikan pada mesin.
“Kuncinya, selain memastikan perlunya ada penggantian beberapa material karet sela dan selang untuk mobil diesel lama, penggantian filter solar akan lebih sering,” kata Yannes saat dihubungi, Rabu (15/1/2025).
Selain penggantian filter, perawatan lain seperti pemeriksaan rutin sistem bahan bakar, pembersihan tangki secara berkala khususnya pada masa transisi, dan penggunaan aditif bahan bakar yang tepat dapat membantu meminimalkan masalah penurunan performa mesin.
Namun, kata Yannes, permasalahan itu biasanya terjadi pada transisi awal dari solar menjadi biodiesel dan pada kendaraan yang rutin menggunakan biodiesel. Kemudian, jumlah endapan yang terlepas akan makin berkurang.
Selain itu, produsen kendaraan modern telah menyesuaikan material elastomer seperti selang dan seal yang kompatibel, agar lebih tahan terhadap biodiesel.
Yannes mengungkapkan masa transisi pada kendaraan umumnya terjadi sekitar 1—3 bulan tergantung pada kondisi kendaraan dan frekuensi pemakaian.
Dengan demikian, penggunaan B35 yang memenuhi standar SNI serta didukung dengan perawatan kendaraan yang baik umumnya tidak akan menimbulkan masalah signifikan pada mesin, sehingga kekhawatiran mengenai kerusakan akibat biodiesel dapat diminimalisasi.
Industri Rugi
Sebelumnya, Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi) sebelumnya melaporkan hasil evaluasi terkait dengan implementasi mandatori B35 mengindikasikan penurunan performa mesin seiring dengan persentase biodiesel.
Ketua Umum Hinabi Giri Sakai mengungkapkan anggota asosiasi mengalami kerugian berupa kenaikan biaya perawatan atau maintenance sekitar 15%—20% per unit di sektor industri alat berat pertambangan, imbas implementasi mandatori B35.
“Sebulan sekitar Rp500.000 sampai Rp700.000 per unit vibrating roller. Hitungan ini hampir sama antara B35 dengan B40,” kata Giri saat dihubungi, Selasa (14/1/2025).
Saat ini pemerintah tengah melakukan masa transisi dari B35 yang telah berlaku sejak 1 Februari 2023 menjadi B40. Masa transisi merupakan periode untuk menghabiskan kapasitas B35 yang masih beredar di pasaran sebelum akhirnya menggunakan B40.
Penerapan B40 sejatinya telah terlaksana mulai 1 Januari 2025, tetapi baru akan sepenuhnya berlaku pada Februari 2025 karena masa transisi tersebut.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan bahwa implementasi B35 RI telah menghemat devisa sebesar US$ 7,78 miliar atau setara dengan Rp122,98 triliun. Di sisi lain, penurunan emisi pada B35 sebesar 34,56 juta ton CO2 sementara pada B40 meningkat menjadi 41,46 juta ton CO2.
(mfd/wdh)