Logo Bloomberg Technoz

Adapun ringgit menguat 0,08%, won juga naik 0,07% dan yen 0,03%. 

Pelemahan mayoritas mata uang Asia itu berkebalikan dengan yang terjadi di awal transaksi pagi tadi di mana kebanyakan valuta Asia dibuka menguat, 'memanfaatkan' koreksi indeks dolar AS.

Pelemahan rupiah pagi ini juga terjadi ketika indeks dolar AS masih terkoreksi dan melanjutkan pelemahan pagi ini di kisaran 109,24. Koreksi indeks dolar (DXY) itu terjadi setelah rilis data inflasi harga produsen (PPI) Amerika yang angkanya lebih kecil ketimbang perkiraan pasar.

Inflasi PPI pada Desember hanya naik 0,2%, melemah dibanding bulan sebelumnya dan di bawah ekspektasi pasar. Secara tahunan, inflasi PPI di Negeri Paman Sam tercatat naik 3,3%, juga di bawah perkiraan pasar namun meningkat dibanding bulan November yang tercatat 3%

Gerak pasar masih akan berhati-hati karena nanti malam inflasi harga konsumen (CPI) Amerika akan dirilis di mana perhatian investor akan tertuju pada angka CPI inti. Konsensus Bloomberg memperkirakan, inflasi CPI inti pada bulan lalu akan naik 0,3%, sama dengan November. 

Bila angkanya lebih kecil ketimbang ekspektasi, optimisme pasar terkait peluang penurunan Fed fund rate sebanyak dua kali tahun ini akan kembali bangkit. Ketika itu terjadi, indeks dolar AS kemungkinan bisa melanjutkan koreksi dan memberi ruang penguatan bagi mata uang yang jadi lawannya termasuk rupiah

Pelemahan rupiah terjadi ketika IHSG dibuka menguat dan kembali ke kisaran 7.000-an. Rupiah agaknya terbebani gerakan di pasar surat utang negara di mana pagi ini hampir semua yield SUN bergerak naik, indikasi tekanan jual yang melemahkan harga obligasi.

BI rate diumumkan

Siang hari ini di Jakarta, Gubernur BI Perry Warjiyo dan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia akan menggelar taklimat media mengumumkan hasil keputusan pertemuan bulanan.

Konsensus yang dihimpun oleh Bloomberg dari 38 institusi sampai Rabu pagi ini, menghasilkan angka median 6%. Para ekonom yang disurvei, secara bulat memperkirakan BI akan kembali mempertahankan BI rate di level 6%, menimbang ancaman yang masih besar terhadap rupiah.

"Terlepas dari rekor inflasi yang rendah, kami melihat bahwa Bank Indonesia perlu mempertahankan suku bunga BI tidak berubah di level 6,00% pada pertemuan Dewan Gubernur pertama di tahun 2025 untuk mencegah Rupiah melemah lebih lanjut," kata Ekonom Teuku Riefky dari LPEM Universitas Indonesia.

Fenomena 'strong dollar' telah membanting nilai rupiah hingga membukukan kinerja awal tahun terburuk dalam 15 tahun terakhir.

Nilai cadangan devisa yang diduga telah terkuras banyak demi rupiah, dan mungkin akan semakin besar ke depan seiring dengan berlanjutnya penguatan the greenback, dinilai bisa membuka potensi kenaikan BI rate paling cepat pada kuartal II nanti.

Rupiah telah melemah sekitar 1,26% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di awal tahun ini, year-to-date, tertekan keperkasaan indeks dolar AS (DXY) juga lonjakan permintaan valas di pasar yang luar biasa tinggi, di luar siklus musiman yang diamati.

Kajian Bahana Sekuritas mencatat, pada umumnya permintaan dolar AS di awal tahun relatif rendah sehingga membantu kondisi likuiditas valas lebih seimbang di pasar. 

Namun, yang terjadi tahun 2025 ini berbeda. Adanya nilai utang luar negeri jatuh tempo Indonesia senilai US$6,8 miliar, sekitar Rp110,71 triliun (dengan kurs JISDOR BI per 13 Januari di Rp16.281/US$), membuat tekanan pada rupiah kian besar di tengah tren penguatan dolar AS di seluruh dunia. 

Nilai utang luar negeri jatuh tempo tersebut di luar nilai Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang juga banyak jatuh tempo pada bulan ini.

Hitungan Mega Capital Sekuritas yang dirilis sebelumnya, pada Januari terdapat sekitar Rp114,56 triliun SRBI yang jatuh tempo. Belum diketahui berapa nilai SRBI jatuh tempo yang dimiliki oleh investor asing. 

(rui)

No more pages