"Penting untuk memiliki wawasan: apakah serangan ini dapat dihentikan? Bagaimana cara kita mencegahnya."
Kedua, lanjut Steven, deepfake juga akan menjadi ancaman yang lebih umum pada 2025.
Deepfake merupakan teknologi yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk membuat gambar, video, atau suara palsu yang terlihat sangat nyata.
"Contohnya, sebuah organisasi dapat menerima email dengan pesan suara yang tampak seperti suara saya, meminta persetujuan dana. Ini sangat realistis dan sulit dideteksi. Serangan deepfake ini akan menyebar, mulai dari misinformasi politik hingga penipuan finansial," sambungnya.
Ketiga, Quantum Security akan menjadi perhatian serius.
Meskipun belum ada insiden keamanan terkait quantum security, ancaman ini diprediksi akan meningkat di masa depan. Steven memperingatkan bahwa peretas dapat mengumpulkan data sekarang untuk didekripsi nanti dengan teknologi kuantum.
Keempat, transparansi menjadi kunci kepercayaan pelanggan di era AI. Dengan meningkatnya penggunaan AI, transparansi dalam penggunaan data menjadi lebih penting dari sebelumnya.
Negara-negara seperti Amerika Serikat, Australia, dan Singapura telah mulai menerapkan regulasi untuk memastikan data pelanggan dilindungi dengan baik.
Kelima atau terakhir, fokus pada integritas produk dan keamanan rantai pasokan, di mana dalam dunia digital yang saling terhubung, keamanan rantai pasokan dan integritas produk menjadi hal yang krusial.
Steven mencatat bahwa di negara maju seperti Singapura, sistem digital saling terhubung mulai dari data medis hingga paspor.
Pada kesempatan yang sama, System Engineering Manager Palo Alto Networks Arthur Tunggul Siahaan, memberikan pandangannya terkait lima prediksi yang disampaikan oleh Scheurmann.
Terkait dengan satu platfrom keamanan terpadu, Arthur menambahkan bahwa kompleksitas adalah musuh utama keamanan data. Dengan menggabungkan semua alat dalam satu sistem terpadu, deteksi serangan menjadi lebih cepat, dan organisasi dapat mengoptimalkan sumber daya mereka.
"Dengan menggabungkan semua alat dalam satu platform terpadu, sumber daya akan dioptimalkan dan memudahkan deteksi serangan lebih cepat," ungkapnya.
Adapun mengenai deepfake, Arthur berkaca pada kasus di Hong Kong, di mana deepfake berhasil menipu seorang karyawan untuk mentransfer jutaan dolar. Ia menekankan pentingnya edukasi dan penguatan sistem keamanan untuk mendeteksi ancaman ini.
Ia menambahkan bahwa standar enkripsi yang tahan terhadap kuantum sudah mulai dikembangkan, termasuk oleh National Institute of Standards and Technology (NIST). Tujuannya mengantisipasi potensi ancaman ini, berkaitan dengan ancaman Quantum Security.
"Organisasi perlu melakukan penilaian risiko yang lebih komprehensif dan mempertimbangkan implikasi hukum dari layanan yang mereka gunakan. Keamanan produk dan integritas dalam lingkungan cloud harus menjadi prioritas," pungkas dia.
(wep)