Dia menegaskan OJK tidak memiliki ketentuan yang melarang pemberian kredit atau pembiayaan untuk debitur yang memiliki kredit dengan kualitas non-lancar. Dengan kata lain, regulator membolehkan bank untuk memberi kredit kepada debitur yang memiliki rekam jejak kredit macet.
"Termasuk apabila akan dilakukan penggabungan fasilitas kredit dan pembiayaan lain, khususnya untuk kredit dan pembiayaan dengan nominal kecil," kata Mahendra.
Terkait KPR secara umum, Mahendra menjelaskan kualitas KPR hanya dapat dinilai berdasarkan ketepatan pembayaran. Ini sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 40 Tahun 2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
"Penetapan kualitas aset produktif untuk debitur dengan plafon sampai Rp5 miliar hanya dilakukan berdasarkan ketepatan pembayaran pokok atau bunga yang dikenal dengan istilah satu pilar, yang dapat diberlakukan untuk KPR. Pemberlakuan penilaian kualitas aset bersifat lebih longar dibandingkan kredit lainnya," papar Mahendra.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengatakan program pembangunan 3 juta unit rumah bakal dibangun sebanyak 800.000 unit terlebih dahulu pada tahap pertama 2025.
“Ini ekosistem besar yang saya selama beberapa hari ini dengan Pak Menteri Perumahan Maruarar Sirait, sudah menggagas bagaimana kerja sama antara pemerintah, BUMN, dan swasta untuk membangun 3 juta rumah dengan target pada 2025 nanti ada 800.000 dahulu,” ujar Kartika atau yang akrab disapa sebagai Tiko dalam agenda Rapimnas Kadin 2025, Minggu (1/12/2024).
Menurut Tiko, pemerintah juga tengah berkoordinasi dengan pengembang daerah untuk mengidentifikasi model pembiayaan pengembang atau developer maupun KPR agar MBR bisa mengakses program tersebut.
“Dengan harga rumah yang ditarget di bawah Rp100 juta, dengan target MBR di bawah 250 juta, kita harapkan nanti dengan Bank Tabungan Negara [BTN] sebagai bank perumahan bisa memberikan pendanaan besar,” ujarnya.
(lav)