Logo Bloomberg Technoz

Laporan itu bersumber dari beberapa orang yang mengetahui masalah tersebut. Salah satu gagasan yang diusung adalah, tarif impor akan dikenakan bertingkat antara 2% hingga 5% setiap bulan, yang akan bergantung pada otoritas eksekutif di bawah Undang-Undang International Emergency Economic Power Act.

Proposal kebijakan itu masih berada dalam tahap awal dan belum disampaikan pada Trump, menurut sumber Bloomberg. Para penasihat di balik rencana tersebut di antaranya adalah calon menteri keuangan AS Scott Bessent, lalu Direktur Dewan Ekonomi Nasional Kevin Hasset serta Stephen Miran yang dicalonkan memimpin Dewan Penasihat Ekonomi, menurut sumber Bloomberg.

Bila rencana tarif Trump, seperti diungkap dalam laporan tersebut, akan dijalankan bertahap demi menghindari inflasi, maka itu menjadi kabar 'penawar' pada pasar yang sejauh ini sudah ketakutan akan adanya kebangkitan inflasi di AS.

Inflasi yang kembali bangkit akan mempersempit peluang bagi Federal Reserve, bank sentral AS, menurunkan bunga acuan. Para investor sudah priced in hanya akan ada satu pemangkasan lagi tahun ini, mengecil dari ekspektasi sebelumnya.

Itu terlihat dari pergerakan yield Treasury, surat utang AS, di mana tenor 20 tahun sudah di atas 5%. Sementara tenor 10 tahun juga meningkat di 4,76%. Sementara tenor 2 tahun yang sensitif terhadap arah kebijakan bunga acuan, pagi ini di sesi Asia terpantau turun 0,8 basis poin di level 4,37%.

"Ada kemungkinan pelemahan dolar AS pasca pelantikan [Trump] nanti bila kebijakan tarif benar-benar diterapkan secara bertahap seperti yang diharapkan pasar. Namun, mengingat dinamika pertumbuhan global dan prospek suku bunga, kami tidak melihat adanya skenario yang memungkinkan USD kembali ke level sebelum pemilu," kata Felix Ryan, analis valuta asing di ANZ Group Holdings Ltd., seperti dilansir dari Bloomberg News.

Pagi ini, mayoritas bursa saham di Asia bergerak variatif di mana indeks Nikkei Jepang masih melemah 0,75%, sementara Kospi Korea menguat 0,48%. Sedangkan di kawasan Selatan, bursa saham di Sydney dibuka menguat.

Mata uang kiwi, dolar Selandia Baru, juga menguat terbanyak di antara mata uang G-10 terhadap dolar AS.

Sebelumnya, bank investasi global Goldman Sachs merilis prediksi baru penguatan dolar AS ke depan. Memasukkan dua faktor utama yakni ketangguhan ekonomi AS yang terlihat dari beberapa indikator terakhir, juga rencana tarif impor Trump, Goldman memprediksi dolar AS bisa menguat 5% dalam beberapa waktu ke depan.

Prediksi itu keluar sebelum ada 'bocoran' tentang rencana tarif Trump seperti dilansir oleh Bloomberg. Yang pasti, prediksi itu sempat memberi dorongan penguatan pada indeks dolar AS (DXY) hingga menyentuh level 110 pada perdagangan intraday pada hari Senin lalu.

(rui)

No more pages